Thursday 18 February 2021

Goresan Catatan Guru Bersama Korona Bagian 6



 #Menulis di Blog Menjadi Buku

#18 Februari 2021

Ke mana Mereka Pergi?

Oleh: Suyati



Merasa kehilangan itu yang pertama saya rasakan ketika setelah satu bulan pembelajaran online dilakukan. Ada beberapa peserta didik seperti menghilang dari kegiatan belajar daring ini. Mengajar kelas 9 berarti sudah banyak mengenal peserta didik. Karena sudah berkomunikasi dan bertatap muka selama dua tahun di kelas 7 dan 8. Perasaan itu semakin kuat ketika pembelajaran. Di antara meraka ada yang mengikuti ekstra kurikuler yang diampu oleh saya dan guru Bahasa Inggris yang lain.

Kelas ini termasuk yang paling banyak pesertanya mengikuti ekstra kurikuler Matsabangga English Speaking Club (Klub Berbicara Bahasa Inggris MTs Negeri 1 Purbalingga). Mereka sangat aktif hadir dan mengikuti kegiatan pada saat sebelum pandemi. Bahkan mereka sudah tampil pada beberapa event yang diselenggarakan madrasah. Mereka ikut menyemarakkan dengan berbagai kegiatan seperti play (drama), singing contest (kontes menyanyi), games dan lain sebagainya yang digunakan untuk menarik dan menyemarakkan kegiatan. Dan dilihat darai respon penonton, mereka berhasil mewujudkan tujuan yang diembankan kepada mereka.

Adalah Arfan dan Nanda, sebut saja begitu nama mereka. Dua anak yang sangat aktif dalam kegiatan ekstrakulier Berbicara Bahasa Inggris. Ketika pandemi datang mereka seperti menghilang entah ke mana? Mengapa demikian? Dari beberapa kali pertemuan yang diadakan dalam satu bulan. Mereka tidak pernah mengisi presensi kehadiran di kelas Bahasa Inggris. Demikian pula dengan tugas-tugas yang diberikan. Di mata pelajaran yang lain puntidak jauh berbeda keadaanya. Mereka tidak pernah muncul. Nomor HP yang menjadi penghubung seperti tidak pernah aktif dan tersambung untuk sekedar bertanya bagaimana kabarnya.

Setelah satu bulan berlangsung pembelajaran online, Kepala madrasah dan para guru memang saling memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran tersebut. Masing-masing guru memberikan laporan apa yang terjadi di kelasnya masing-masing. Demikian pula wali kelas. Merangkum dari sekian mata pelajaran apa yang menjadi keluhan peserta didik di bawah asuhan mereka.

Saya sebagai guru mapel menyatakan bahwa banyak siswa yang tidak merespon kegiatan pembelajaran online. Tetapi saya merasa kehilangan 2 orang yang termasuk actor hebat dalam ekstara Bahasa Inggris termasuk dalam pembelajaran Bahasa Inggris tatap muka. Mereka anak yang rajin dan aktif pula dalam pembelajaran sebelum pandemi datang. Tetapi begitu dilaksanakan pembelajaran online mereka seperti pergi meninggalkan kelas begitu saja. Mengapa dan ke mana?

Bagi mereka yang biasa dalam pembelajaran tatap muka tidak aktif mungkin tidak menjadi tanda tanya besar. Dalam kegiatan tatap muka saja tidak aktif apalagi dalam pembelajaran online. Begitu barangkali pikiran kita. Mungkin hal yang biasa meskipun tetap harus dicarikan solusinya. Mengapa hal tersebut terjadi.

Sementara Arfan dan Nanda berbeda. Ketika meminta informasi dari wali kelas setelah ditindak lanjuti. Wali kelas geleng-geleng kepala sedih. Beliau menceritakan tentang bagaimana keadaaan keluarga kedua peserta didik itu. Mereka adalah peserta didik yang rajin dan aktif tetapi tidak terdukung fasilitas untuk pembelajaran online.

Arfan anak terakhir di keluarganya. Ayah dan ibunya sudah masuk usia senja. Mereka adalah keluarga petani. Membeli HP untuk kegiatan pembelajaran adalah hal yang sulit. Memikirkan bagaimana mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan makan lebih utama menjadi priortias ia dan keluarganya. Wali kelasnya memberikan solusi untuk menulis materi dan mengerjakan tugas bersama dengan teman sekelasnya yang satu kampung. Barangkali bukan solusi terbaik tetapi itu yang bisa ditawarkan sekolah untuk menghindari kebutuhan yang lebih tinggi.

Sementara Nanda berbeda kondisinya. Orang tuanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan ia, dua adiknya dan tentu saja keluarganya. Ia memiliki dua orang adik yang masih kecil. Pada masa BDR (Belajar dari Rumah) orang tuanya menyerahkan sebagian tugas menemani adiknya ke tangannya. Sepanjang hari, sebelum ibunya pulang bekerja, ia menjadi pengasuh dan pendamping adiknya. Sementara pembelajaran dilakukan pada saat jam tersebut. Ia tidak mempunyai pilihan selain itu. Dengan menemani dan mendampingi dua orang adiknya, ia berharap ia bisa membantu orang tuanya. Adiknya sudah bisa bermain sendiri meskipun tidak mungkin ia melepas pengawasannya begitu saja. Inilah yang akhirnya menjadi masalah baginya. Ia lebih memilih mengorbankan jam pelajarannya untuk mengasuh kedua adiknya. Sebuah pilihan yang sulit untuk anak seusia remaja seperti dia.

Mendengar cerita tersebut dari wali kelasnya, saya tertegun. Barangkali tidak hanya mereka berdua yang memilki masalah yang sama. Peserta didik yang lain pun mungkin menghadapi masalah yang beragam. Satu bulan setelah pembelajaran online ini berlangsung menjadi gambaran besar bagaimana proses pembelajaran online di daerah pedesaan semacam kami. Banyak menggali informasi dari berbagai masalah yang dihadapi peserta didik sehingga tidak menjudge mereka sebagai peserta didik yang malas dan tidak aktif. Harus segera dicarikan solusi dan penyelesaian masalah-masalah yang muncul satu persatu sehingga tidak berlarut-larut.

Demikian salah satu peristiwa yang terekam dari pembelajaran online di daerah kami. Semoga segera bertemu solusi yang memudahkan peserta didik untuk belajar dengan mudah di masa-masa sulit ini. Terima kasih. Salam literasi.



No comments:

Post a Comment

Menasehati Tanpa Penolakan

 *ABCo Inspirasi Ramadhan (AIR) VI  Edisi Hari ke-17* *17 Ramadhan 1445 H/Kamis, 28 Maret 2024* "HYPNOPARENTING: menasehati anak tanpa ...