#Lomba Menulis di Blog menjadi Buku
# 3Februari 2021
Selasa berbagi kali ini diisi oleh Pak D Susanto.Mengapa dipanggil Pak D? Ternyata ada sejarah dan riwayatnya. Beliau anak tertua, jadi ponakan-ponakan memanggil beliau Pak Dhe. Selain itu rumah di desa Tegalrejo, desa di kab Musi Rawas, konon dulu wilayah trasnmigrasi dengan urutan huruf D. Jadi orang yang mencari rumah beliau selalu bertanya "Di mana rumah Pak Santo D? Nah, sekalian saja beliau jadikan brand untuk namanya.
Pak D merupakan anggota Lagerunal yang sedang
belajar membuat cerpen setelah pertemuan kedua mencari bahan bacaan sebagai pedoman dalam
menulis cerpen nanti. Menurut beliau jika hanya belajar dengan
melihat dan mengamati cerpen yang sudah ada, beliau tidak tahu persis apakah penulisan narasi & dialognya sudah sesuai
dengan kaidah bahasa kita. Setelah bahan terkumpul, saya simpan sebagai pedoman
bagi beliau sendiri.
Namun karena kita punya blog dan ada "tuntutan" untuk mengirim tulisan, bahan tersebut ditulis kembali sebagai sebuah artikel. Nah tulisan itu "tertangkap" oleh Master Fiksi kita (Momo DM) lalu didiskusikan untuk bisa dibagikan kepada kawan-kawan di Selasa Berbagi.
Sebelumnya, beliau ngobrol dengan ibu Rofiana Jogja. Pak D berseloroh, meminta cerpennya untuk dibaca dan dicermati
penulisannya. (Padahal ini untuk praktik membandingkan ilmu pengetahuan tentang
penulisan narasi dan dialog serta pengunaan tanda baca dalam penulisan cerita
fiksi). Gegayaan jadi editor lah. Alhamdulillah, ibu Rofiana Jogja pintar berkomentar cerpennya semakin enak dibaca. Akhirnya datang file word
berisi naskah cerpen kedua. Dari kedua naskah tersebut menguatkan niat saya untuk membagikan teknik
penulisan itu dalam blog.
Mengapa fiksi jangan hanya narasi, tetapi perlu dialog? Kata Mbak Istiqomah dalam istiqomahalmaky.com, jika memoar, cerpen, dan
novel nyaris berisi narasi semua itu sangat melelahkan pembacanya. Membosankan.
Pembaca jadi seolah-olah didongengi, diceramahi. Meskipun narasi adalah salah
satu cara penulis menyampaikan isi cerita kepada pembaca selain aksi dan
dialog.
Melalui narasi pembaca dapat mengetahui seting tempat, peristiwa, pikiran tokoh, renungan-renungan tokoh (kontemplasi), dan flashback cerita sehingga pembaca dapat lebih memahami alur cerita dan dapat menikmatinya. Aksi berupa tindakan fisik yang dilakukan tokoh. Contohnya, Ia berjalan sambil sesekali bersiul-siul ringan. Untuk dialog, pasti pembaca sudah tahu. Karena dituliskan dalam bentuk kalimat langsung. Tulisan lebih "hidup.” Narasi, dialog, dan aksi menghidupkan cerpen.
Teknik Menulis Narasi & Dialog
Jika kekuatan ucapan atau bahasa lisan adalah intonasi dan
mimik/pantomimik sang penutur, maka kekuatan bahasa tulis terletak pada pungtuasi/tanda
baca yang digunakan. Kalimat yang efektif juga tidak kalah menentukan. Lalu,
bagaimana penulisan dialog dalam cerita yang akan kita tulis dengan tanda baca
dan ejaan yang benar?
Jika penulisannya benar, tulisan akan enak dibaca. Selain itu, pembaca
cerita kita makin mudah memahami makna cerita. Selain itu, jika tulisan rapi,
setidaknya itu bisa menjadi nilai plus
ketika mengikuti lomba-lomba seputar dunia kepenulisan. Salah satunya
seperti event yang diadakan oleh sebuah penerbit. Baik indi ataupun mayor,
biasanya salah satu yang dinilai dari naskah tersebut selain isinya yang
menarik adalah kesesuaian tanda baca.
Memang ada editor yang bertugas untuk memperbaiki tulisan kita bahkan membuatnya menjadi lebih hidup. Tapi, memangnya kita mau mengandalkan editor terus? Kalau bisa sendiri, kenapa enggak? Enggak ada salahnya belajar tanda baca dan membuat dialog yang benar. :-)
Narasi Sebelum dan Sesudah DialogNarasi menggambarkan kondisi atau keadaan sehingga pembaca mengetahui
tempat, peristiwa, maupun pikiran tokoh. Efeknya, pembaca semakin mudah
memahami alur serta menikmati cerita dengan baik. Istiqomah mengatakan bahwa
fiksi dengan narasi terlalu panjang dan miskin dialog melelahkan untuk dibaca dan membosankan
(istiqomahalmaky.com).
Bagaimana penulisan narasi yang diikuti dialog dan sebaliknya? Penulisan yang salah
sebagai berikut.
·
Bisikan bapak mengagetkanku,
“Nduk, Ibu sudah pulang.” (Diakhiri tanda koma pada narasi yang seharusnya tanda titik (.))
·
Bisikan bapak mengagetkanku.
“nduk, Ibu sudah pulang.” (Kalimat dialog dimulai dengan huruf kecil, seharusnya KAPITAL)
·
“Nanti kita ke rumah nenek
lagi, kalau ada waktu libur lagi” Aku kecewa dengar pernyataan ayahku. (Tidak ada tanda titik pada
akhir dialog).
·
“Nanti kita ke rumah nenek
lagi, kalau ada waktu libur lagi.” aku kecewa dengar pernyataan ayahku. (Kalimat narasi diawali huruf
kecil seharusnya kapital)
·
Bapak berbisik, "Nduk, Ibu
sudah pulang."
ini benar karena ada
dialog tag berbisik. Ini benar karena narasi merupakan kalimat tersendiri. Bisa sebelum atau
sesudah dialog
·
"Braaaakkkk!!! Apa sih
yang dipikirkan kak?" bentak Cinta sambil memukul meja makan.
salah, seharusnya ada
tanda koma (,) sebelum Kak. Kata sapaan Kak diawali huruf kapital. Kata bentak >> dimulai dengan huruf kecil
Benar:
"Braaaakkkk!!! Apa sih yang dipikirkan, Kak?"
Sambil marah Cinta memukul meja makan.
Ketika mengutip
dialog, atau percakapan berlaku aturan kutipan seperti di atas. Ketika
mengutip perkataan. "Sudah saya
anggarkan semuanya," kata bapak dua orang anak ini menutup perbincangan
dengan jsitkotabekasi.
Rasanya kutipan dialog sah-sah saja digabung dalam satu paragraf. Hanya saja, apa pembaca tidak mumet membacanya?
Lebih enak
baca mana?
1. Narasi
panjang + dialog + Narasi panjang lagi + dialog lagi (1 paragraf)
dengan
2. Narasi
panjang, dialog, Narasi lagi, dialog lagi (4 paragraf)
pilih yang
nomor dua (walaupun tidak mau di dua kan
Dialog tokoh
satu dengan tokoh lain ditulis dalam paragraf yang sama. Setiap dialog yang
disampaikan oleh seorang tokoh adalah satu paragraf. Oleh karena itu,
seharusnya setiap dialog baru harus dipisahkan dalam paragraf yang baru pula.
Contoh :
“Kamu kapan
datang?” tanya ibu. “Jam 2 tadi. Ibu masih tidur, jadi aku langsung ke rumah Om
Fredi,” jawabku dengan sedikit sesal. “Pantesan saat bangun ibu tadi tidak
melihatmu,” sahut ibu lagi. (SALAH)
Penulisan
dialog antartokoh secara bersambung dalam sebuah paragraf itu membuat mata
lelah dan mengurangi kenikmatan membaca.
“Kamu kapan
datang?” tanya ibu. “Jam 2 tadi. Ibu masih tidur, jadi aku langsung ke rumah Om
Fredi,” jawabku dengan sedikit sesal.
“Pantesan saat
bangun ibu tadi tidak melihatmu,” sahut ibu lagi. (BENAR)
Apakah itu dialog tag? Istilah yang baru buat saya. Yuk kita simak
penjelasan Pak D selanjutnya untuk tahu maksudnya. Jika Anda membaca dialog seperti berikut ini.
“Duduk di sana yuk,” ajak Danu.
“Hai-hai, CLBK nih ye,” goda Juna sambil tersenyum jenaka pada kami
berdua.
Contoh lengkap di sini https://www.rinmuna.com/2019/02/macam-macam-dialog-tag.html . Contoh penulisannya sebagai
berikut.
“Aku yang membuang kucing itu,” ungkap Daniel.
Iwan berkata, “Buku ini aku pinjam.”
Berikut contoh
yang salah.
Iwan berkata. “Buku ini aku kupinjam.”
NOTE
(Tanda baca titik (.) yang
seharusnya tanda koma (,) dan huruf awal setelah dialog adalah huruf kapital,
seharusnya huruf kecil).
Anda pernah marah, berteriak, atau sekedar memberi peringatan atau
menegaskan? Jika Anda tulis maka pada akhir dialog dibubuhi tanda seru. Ingat,
ya! Intonasinya tinggi.
Contoh:
“Pergi dari rumahku sekarang!”
bentak Somad.
Bagaimana jika bentuk penegasan tetapi tidak sejahat yang orang kira?
Penulisan yang benar adalah:
“Aku tidak sejahat itu …” ucapnya lirih.
Meskipun penegasan, akan tetapi narasi “ucapnya lirih” membayangkan
intonasi yang digunakan rendah.
Bolehkah mengunakan tanda seru? Boleh, namun narasi sesudahnya merupakan
kalimat yang lain.
Contohnya:
“Aku tidak sejahat itu!” Dengan
lirih Sari menegaskan.
Nah, membacanya juga beda, kan?
Buanglah tanda koma pada tempatnya!
Kita yang masih belajar memulai menulis cerita fiksi, tanpa sadar kadang menambahkan
tanda koma (,) sesudah tanda tanya.
Contoh salah:
“Sedang apa kamu di sini?”, Tanya Reza.
Apa yang janggal? Penggunaan tanda koma yang tidak tepat dan menulis
dialog tag “tanya” diawali huruf kapital.
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Reza.
Tidak memerlukan tanda koma. Jadi, buanglah tanda koma pada tempatnya!”
“Apa kau yang melukainya?” Melirik ke arah wanita di sampingnya.
Berbeda apabila kalimatnya seperti ini:
“Apa kau yang melukainya?” tanya Arsyil melirik wanita di sampingnya.
Kata “tanya” adalah dialog tag dan itu dikatakan masih dalam satu
kalimat.
Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik
empat buah).
Contoh:
“Jangan menangis lagi. Kumohon ….”
Apabila elipsisnya berada di belakang dan ada narasi lagi setelahnya,
maka hanya terdapat tanda elipsis di sana.
Contoh:
“Jangan menangis lagi. Kumohon …” ucap Billy pelan.
Contoh 2:
“Jadi kau pe—” (terpotong karena seseorang langsung menyergah ucapannya).
“Iya. Aku pelakunya,” ucap Andra cepat.
Tanda pisah bersimbol (–) en dash atau (—) em dash tidak ada tombolnya
pada papan ketik. Dua tanda hubung yang dirangkai tanpa spasi (--) dapat
digunakan sebagai lambang tanda pisah.
Perhatikan contoh di bawah ini.
“Dia itu kekasihmu, kan?”
Letakkan tanda (,) sebelum menulis kata “kan” dalam dialog.
Demikian juga ketika menggunakan kata sapaan pendek/pengganti panggilan
seperti: Nak, Kak, Bu, dan sebagainya. Gunakan tanda koma sebelum kata itu
dituliskan.
“Belajar yang rajin ya, Nak.”
Contoh 1:
“Aku harap Ayah merestui pernikahan kami,” ucap David penuh harap.
“Aku berharap ayahmu merestui pernikahan kita,” kata Nia lirih.
“Menurut pak Aldi, tidak seharusnya kita melewati jalan ini.”
Pada contoh nomor 3, kata “pak Aldi” huruf awalnya ditulis kecil dan
huruf keduanya ditulis besar karena merupakan nama orang. Hal ini dapat dipahami
karena pak Aldi tidak terlibat dalam percakapan tersebut.
“Terimakasih Pak Aldi atas kerjasamanya.”
Jika ada yang berkomentar, Kok ribet banget mau nulis cerita, tulis aja,
nanti malah ceritamu nggak jadi-jadi. Jika orang itu adalah Anda,
saya juga menyarankan, segera tulis saja cerita Anda sampai selesai. Namun sesudahnya, sebelum
cerita itu dipublikasikan, sebaiknya disunting dengan berpedoman pada
penjelasan di atas.
No comments:
Post a Comment