Refleksi Permasalahan Belajar Daring
Oleh: Suyati
#Menulis di Blog Menjadi Buku
#16 Februari 2021
Kegiatan pembelajaran online yang sudah dilaksanakan hampir 11 bulan ini memang masih menyisakan PR besar bagi kami, para guru. Semakin menurunnya keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran daring membuat para guru prihatin. Lewat fasilitas WA guru sering berkomunikasi dengan wali murid tetapi sebagian merasa pasrah terhadap putra –putri mereka yang mulai menurun motivasinya dalam belajar. Mengingatkan, mendampingi sudah tentu sering dilakukan oleh wali murid.
Di rumah mereka terlihat memegang HP dan mengutak-atiknya sehingga nampak sibuk. Sebagian besar orang tua menganggap mereka sedang aktif dalam pembelajaran. Merasa tenang ketika jam-jam pembelajaran anak-anak berada di rumah. Mereka akan lebih mudah mengawasi putra-putri mereka di jam-jam tersebut. Tetapi ternyata mereka salah. Peserta didik memanfaatkan penggunaan gawai untuk bermain game di sela-sela belajar daringnya.. Tugas-tugas yang dikerjakan tidak langsung dikirimkan tetapi menunggu pada waktu yang lain. Sehingga banyak tugas yang menumpuk sehingga akhirnya terlupakan untuk disetorkan. Ternyata ketika pengumpulan tugas sebagaian besar tidak mengumpulkannya. Beberapa wali murid terkejut ketika mendapati laporan ketidakaktifan putra-putri merekan dalam PJJ.
Hal inilah yang menjadi permasalahan besar selain masalah kuota internet. Ketidakhadiran orang tua biasanya menjadi masalah tersendiri. Beberapa peserta didik adalah anak-anak yang ditinggal orang tuanya bekerja. Orang tua tidak bisa mendampingi putra-putri mereka belajr online. HP mereka fasilitasi tetapi pengawasannya menjadi berkurang. Banyak tugas yang tidak dikerjakan. Kemampuan orang tua terhadap teknologi gawai pun biasa kalah jauh dengan putra-putri mereka sehingga orang tua lebih memasrahkan penggunaan HP pada meraka. Yang dilakukan barangkali hanya mengingatkan tetapi itu tidak cukup untuk menjadi pengawasan anak dalam pembelajaran.
Sebab kedua anak-anak yang tidak aktif dalam pembelajaran adalah anak-anak yang hidup sendiri. Mereka ditinggal orang tuanya atau salah satu dari orang tuanya bekerja di luar kota. Mereka ditinggal bersama nenek, kakek atau saudaranya yang lain. Dari segi fasilitas HP, mereka tidak bermasalah. Kuota selalu disediakan oleh orang tua dengan kiriman pulsa untuk mereka. Tetapi pengawasan terhadap keterlibatan pembelajran sangat kurang. Nenek atau kakek mereka tidak bisa berbuat banyak terkait dengan teknologi gawai. Mereka cenderung melakukan pembiaran terhadap penggunaan gawai yang berlebihan. Nasehat mungkin diberikan lewat hubungan telepon atau WA dari orang tua tetapi tentu tidak maksimal karena jarak yang jauh.
Permasalahan berikutnya adalah HP yang digunakan secara bersama-sama baik dengan orang tua maupun dengan saudaranya yang juga melaksanakan kegiatan pembelajaran daring. Sehingga HP yang digunakan harus bergantian. Orang tua biasanya membawa HP mereka karena digunakan selama mereka bekerja. HP tidak bisa ditinggal karena pekrjaan mereka pun tidak dapat lepas dari penggunaan HP. Sehingga penyetoran yang terlambat seringkali terjadi karena peserta didik biasanya harus menunggu orang tua pulang dari bekerja atau setelah saudaranya selesai kegiatan pembelajran daring.
Itulah beberapa refleksi permasalahan belajar daring sampai saat ini. Saya yakin wali murid sudah berusaha mendampingi dan menfasilitasi putra-putri mereka dengan maksimal. Demikian pula guru. Mencoba berbagai bahan materi pelajaran dengan berbagi media untuk membuat peserta didik tetap semangat belajar daring. Semoga pandemi ini segera berlalu. Pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan segera dengan protokol kesehatan. Aamiin. Itulah kerinduan yang selalu ada dalam diri guru, peserta didik dan wali murid. . Ingat pesan ibu memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Salam sehat selalu.
No comments:
Post a Comment