Dalam hidup ini akan selalu ada orang yang lebih kaya daripada kita. Namun, jika kita mensyukuri apa adanya, maka hati kita akan menjadi tenang.
Oleh karena hakikat kekayaan adalah puasnya hati atas nikmat yang Allah berikan, maka sedikit apa pun, jika itu adalah pemberian-Nya, itulah yang terbaik. Adakalanya seseorang diberi banyak nikmat, tetapi malah terjerumus pada kebinasaan lantaran engganan bersyukur.
Kita diingatkan oleh pesan ini, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras'.”(Q.S. Ibrahim : 7).
Yang dimaksud “bersyukur” pada ayat tersebut adalah melakukan ketaatan pada Allah. Sebaliknya, yang dimaksud “mengingkari” adalah melakukan kemaksiatan pada-Nya.
Pesan di atas ada kaitannya dengan pesan ini, “Terhadap nikmat Tuhanmu, nyatakanlah (dengan bersyukur).”(Q.S. ad-Duha: 11).
Dari kedua ayat Alquran tadi, dapat kita pahami bahwa bersyukur itu bukan pilihan, melainkan perintah Allah. Untuk bisa bersyukur, kita harus mengingat-ingat kembali apa pun yang telah Allah berikan pada kita. Dengan begitu, kita akan sadar ternyata lautan karunia-Nya sungguh tidak terhingga.
Yang lebih besar dan agung dari semuanya itu adalah iman di dalam hati. Ternyata bersyukur itu bukan hanya kepada Allah, melainkan juga kepada manusia. "Barangsiapa tidak berterima kasih kepada orang lain, berarti ia tidak bersyukur pada Allah.”(H.R. At-Tirmidzi).
Bukankah sudah sepantasnya jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah pada-Nya sebagai bentuk syukur atas semua nikmat dan karunia-Nya? Bahkan, saat Rasulullah SAW ditanya Siti Aisyah RA mengapa beliau melakukan salat malam sampai kedua telapak kakinta pecah-pecah, beliau menjawab, *_“Adakah aku tidak senang untuk menjadi hamba yang banyak bersyukur?” (H.R. Bukhari dan Muslim).
No comments:
Post a Comment