Memakai sarung untuk upacara? Waduh bukan saja untuk upacara. Untuk kegiatan sehari-hari saja aku tidak pernah memakai. Saat kecil biasanya mengenakan jarik untuk mengaji. Sepanjang tadi malam terus memikirkan bagaimana mengenakan sarung.
Kalau sarungnya mungkin tidak masalah. Suami hobi banget mengoleksi sarung. Ada banyak sarung jenis sarung yang penulis sendiri tidak terlalu paham. Bagi penulis sarung fungsinya untuk kegiatan keagamaan yakni untuk shalat.
Maka pernah merasa begitu aneh ketika di daerah pesisir, penulis banyak melihat baik anak muda baik laki-laki maupun perempuan yang mengenakan sarung dalam kegiatan sehari-hari, termasuk saat bepergian belanja ke pusat perbelanjaan baik pasar maupun mall. Sebuah pemandangan yang aneh dan asing di mata penulis. Ketika saya ceritakan hal tersebut pada seorang teman, ia berujar ringan. Ya memang di daerah tersebut hal tersebut biasa. Mungkin karena banyak pesantren dan santri.
Termasuk saat memperingati hari santri nasional tahun ini. Ketentuan dari Kemenag kab Purbalingga baik laki-laki maupun perempuan mengenakan sarung sebagai bawahan dan baju putih untuk atasannya sempat membuat penulis berpikir. Pakai sarung untuk upacara, apa tidak ribet ya? Kebayang mengendarai motor dengan mengenakan sarung menuju ke tempat upacara. Duh, bisa nggak ya?
Beragam pertanyaan yang meragukan diri mengenakan sarung coba ditepis penulis. Malam sebelum pelaksanaan upacara hari santri, penulis mencari motif sarung yang cocok dipadukan dengan baju putih. Berdasarkan masukan dan saran sang misua maka dipilih sarung dengan motif batik berwarna biru berdasar warna hitam. Ya penulis ikuti saja sarannya. Katanya yang melihat cocok atau tidak adalah orang lain, bukan diri kita. Okelah kakak.
Tidak cukup sampai di sana, penulis pun mencari tips memakai sarung yang nyaman dan aman. Artinya tidak akan menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan seperti merosot atau terlepas. Ya YouTube menjadi tempat mencari. Tapi ternyata begitu praktek tetap sajak membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Perlu beberapa orang untuk bisa mengenakan dengan percaya diri.
Meskipun suami sudah meyakinkan bahwa tidak akan lepas sarungnya selama dipakai seperti itu dan tidak ditarik. Akhirnya dengan ragu penulis mengenakan sarung tanpa bantuan sabuk. Hanya dilipat saja di bagian perut. Alhamdulillah, ternyata benar. Dari awal upacara hingga akhir pulang, sarung tetap aman dan nyaman. Tidak menimbulkan masalah seperti ya dikhawatirkan.
Hari ini penulis menjadi belajar ternyata perlu pembiasaan yang cukup untuk dapat mengenakan sarung. Salah satunya barangkali seperti pada saat momen seperti ini. Dengan mengenakan sarung ini diharapkan bisa mengangkat kembali sarung sebagai pelengkap pakaian yang nyaman untuk dikenakan. Terima kasih sudah memberikan pengalaman luar biasa pada momen hari santri ini. Belajar menjadi santri yang sesungguhnya.
Seperti sebuah tulisan singkat di hari santri nasional ini yang penulis kutip dari grup WhatsApp.
Tetaplah merasa santri, agar tak berhenti berbakti.
Tetaplah merasa santri, agar tak tinggi hati.
Tetaplah merasa santri, agar berbudi pekerti.
Tetaplah merasa santri, agar tak merasa benar sendiri.
Tetaplah merasa santri, agar tetap merasa perlu membaca kitab suci.
Tetaplah merasa santri, agar tetap hormat pada kyai.
Tetaplah merasa santri, agar semangat membangun negeri.
Tetaplah merasa santri, agar peduli pada ekonomi.
Tetaplah merasa santri, agar tak takut mati.
Tetaplah merasa santri, agar takut pada Ilahi.
Selamat Hari Santri Nasional 2022.
No comments:
Post a Comment