Monday 9 November 2020

Ungkapan untuk Berkaca Diri (Lagi) sebagai Orang tua

 Membaca kembali sebuah tulisan dari Ustadz Wijayanto seperti tertohok jauh ke relung jiwa. Tak terasa airmata mengalir. Karena rasa menyesal yang dalam akan apa yang sering dilakukan. Merasa lebih tahu dan lebih benar dari anak. Tetapi yang lebih menyesakkan lagi adalah karena mengulangi apa yang pernah dilakukan, yang dulu disesali. Tanpa sadar mengulangi dan melakukannya kembali. Astagfirullah. Mungkin karena itu aku diarahkan untuk menuju tulisan yang saya posting sendiri di tahun 2018. Kita perlu diingatkan kembali.

Mudah-mudahan dengan membaca kembali tulisan ini menjadi nasehat dan penyadar diri. Terutamadi masa pembelajaran dari rumah. Dimana ibu harus betul-betul mampu mengelola emosinya di antara kelelahan dan tugas-tugas pembelajaran online. Terima kasih untuk kebahagiaanyang kauberikan Kafa. Anakku, buah hatiku. Maaf khilaf ini masih terulang kembali.






Hutang Kita Banyak pada anak-anak

Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah.
Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan.
Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan.
Tetapi,
seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka...
Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya.
Menghibur kita dengan tawa kecilnya,
Menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya,
Seolah semuanya baik-baik saja,
seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita,
meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.
Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka,
tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita.
Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka,
tetapi,
Sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan.
Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita,
melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.
Kita berhutang banyak pada anak-anak kita.
Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap dan bermain dengan mereka?
Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?
Tentang anak-anak,
Sesungguhnya merekalah yang selalu "lebih dewasa" dan "bijaksana" daripada kita.
Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya.
Seburuk apapun kita sebagai orangtua, mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita punya.
Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita.
Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi.
Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa.
Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri.
Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang masa depan kita sendiri.
Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang & penyesalan, katakan kepada mereka:
"Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan"
Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Allah tak berkenan.
Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari sebelumnya.
Iya, lebih baik dari sebelumnya.
Selamat memeluk anak-anak kita.

Terima kasih kepada Ustadz Wijayanto yang telah menuliskan ungkapan indah ini untuk para orang tua. Menyadarkan kami sebagai orang tua. Hari ini, ungkapan ini begitu mewakili dan menuju ke relung hati saya saya. Semoga bisa memperbaiki langkah-langkah ke depan sebagai orang tua, khususnya sebagai ibu. Jazakillah khoiron katsir.

No comments:

Post a Comment

Puisi: Rangkaian Cinta untuk Semua

  Uniknya Cinta  Oleh Suyati Andaikan dapat terkatakan  Cinta ini untukmu  Tak pernah lekang tak pernah berkurang  Mengharapmu penuh berkah ...