1. Pengertian KTI
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis secara objektif dan jujur didukung oleh fakta, teori dan bukti-bukti empirik menggunakan bahasa baku (Dalman, 2016: 5).
Karya tulis ilmiah yang selanjutnya disingkat KTI adalah tulisan hasil litbang dan/atau tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok yang memenuhi kaidah ilmiah (Perka LIPI Nomor 2 Tahun 2014)
2. Pengelompokkan KTI
Secara umum KTI ada dua yaitu KTI Nonbuku dan KTI Buku. Karya Tulis Ilmiah yang terdapat dalam buku 4 PKG.
A. Publikasi Ilmiah Berupa Hasil Penelitian atau Gagasan Ilmiah Bidang Pendidikan Formal
Laporan Hasil penelitian
Laporan penelitian dapat berupa penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen, penelitian deskriptif, penelitian perbandingan, penelitian korelasi,
Makalah Berupa Tinjauan Ilmiah Gagasan atau Pengalaman Terbaik (Best Practice).
B. Publikasi Buku Teks Pelajaran, Buku Pengayaan, dan Buku Pedoman Guru
Publikasi ilmiah pada kelompok ini terdiri dari: (1) Buku Teks Pelajaran, (2) Buku Pengayaan yang terdiri dari Modul/Diktat pembelajaran, Buku dalam Bidang Pendidikan, Karya Terjemahan, dan (3) Buku Pedoman Guru.
C. Karya Inovatif
Teknologi Tepat Guna
Karya Seni (Karya sastra novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan naskah drama)
Membuat/Memodifikasi Alat Pelajaran/Peraga dan Alat Praktikum
Secara ringkas uraian tersebut dapat dilihat pada skema berikut ini.
Mengacu pada paparan di atas, ternyata tidak semua KTI itu berupa buku. Memang secara wujud, PTK, PTS, Tugas Akhir, skripsi, tesis, desertasi itu berupa buku, namun bukan buku. Lebih tepatnya adalah laporan hasil penelitian dan sifat publikasinya pun terbatas.
3. Struktur Penulisan KTI
Umumnya KTI tersusun atas bab-bab dengan penomoran yang struktural sesuai dengan jenis KTI serta institusinya. Secara umum bisa dilihat pada gambar beriktu.
4. Perbedaan laporan KTI dan KTI yang dikonversi menjadi buku
Konferensi UNESCO tahun 1964 merumuskan definisi buku sebagai terbitan tercetak tidak berkala berjumlah sedikit-dikitnya 49 halaman, tidak termasuk halaman kulit.
Buku terdiri dari tiga bagian yaitu :
Mengacu pada definisi tersebut, maka ciri-ciri buku adalah :
• Terbitan tercetak tidak berkala (tercetak dapat secara fisik maupun elektronik (e-book)
• Sekurang-kurangnya 49 halaman (beberapa pakar menyebutkan tebal ini khusus bagian isi utama)
• Memiliki kulit (cover)
• Adapun untuk ukuran minimal 15,5 cm x 23 cm (Standar UNESCO)
Secara subtansi isi, tidak ada perbedaan isi laporan KTI dengan isi buku hasil konversinya. Karena sejatinya isi buku mencerminkan keseluruhan isi laporan KTI.
Secara sistematika, tentunya gaya penulisan KTI dengan penulisan buku tentu berbeda. Ada penyesuaian-penyesuaian sistematika KTI yang dikonversi menjadi buku dengan tujuan agar kesannya tidak kaku. Misalnya penomoran tiap sub bab-sub bab
Secara Bahasa, meski sama-sama ilmiah, hasil konversinya tentu harus dimodifikasi sehingga Bahasa dalam bukunya lebih luwes, bersifat lugas dan tidak lagi mencantumkan kata-kata seperti penelitian ini, peneliti, teman sejawat, penulis.
5. Cara mengkonversi KTI menjadi buku
Memodifikasi Judul
Judul KTI umumnya mengandung unsur : variabel penelitian, objek penelitian, dan seting penelitian (baik tempat maupun waktu).
Biasanya judul baku KTI mengikuti kaidah tersebut
Judul buku hasil konversi ini seperti judul buku-buku lain harus menarik, unik, mudah diingat, dan mencerminkan isi buku. Kemenarikan judul buku sifatnya subjektif.
Sebagai buku ilmiah, judul buku hasil konversi harus mencerminkan isi. Bahasanya lugas. Tidak menggunakan Bahasa kias. Maka judulnya harus dimodifikasi agar menarik. Mari kita perhatikan contoh beberapa pengubahan tulisan laporan KTI Pak Eko dengan buku yang ditulisnya.
Memodifikasi Sistematika dan Gaya Penulisan
KTI Nonbuku yang berupa laporan hasil penelitian umumnya ditulis dengan sistematika dan penomoran yang baku seperti yang telah saya uraikan di atas. Nah, pada saat laporan tersebut dikonversi menjadi buku, maka harus dimodifikasi gayanya sesuai dengan gaya penulisan buku. Tidak tampak lagi adanya sub bab-sub bab yang membuat isi buku seolah-olah terpisah-pisah
Modifikasi Bab I
Bab I yang biasanya PENDAHULUAN boleh tetap dipertahankan judulnya dengan PENDAHULUAN , boleh PEMBUKA
Adapun secara struktur, tidak diperlukan lagi sub bab - sub bab seperti latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat dalam bentuk angka-angka. Fokusnya lebih mengeksplor latar belakang
Pada kasus PTK yang saya buat, saya rubah dengan judul FENOMENA PEMBELAJARAN TIK yang tentunya berisi mengenai fenomena sebagaimana isi poin latar belakang dalam naskah laporan aslinya ditambah dengan fenomena kekinian agar pentingnya isi buku dapat ditonjolkan sejak awal sehingga pembaca merasa tertarik untuk membaca keseluruhan isi buku
Modifikasi Bab II
Susunan bab dan sub bab di atas harus dirubah dalam gaya penulisan buku sehingga menjadi beberapa bab, yaitu :
Modifikasi Bab III
Bab III yang berisi metode penelitian biasanya diringkas menjadi satu atau dua paragraph dan dimasukkan pada bab IV di bagian awal
Apakah narasi di atas baku? Tentu tidak. Maksudnya bab 3 memang bisa benar-benar tidak tampak lagi dalam buku hasil konversi KTI
Mengapa bahwa Bab III cenderung dihilangkan dari struktur buku? karena tujuan buku tidak ingin membatasi pembaca secara metodologis mengingat pada bab III kTI umumnya terbatas pada metodologi tertentu.
Buku yang disusun bersifat universal, dalam menjadi referensi dalam metode apa saja.
Modifikasi Bab IV
Bagian ini sejatinya merupakan bagian inti isi buku, sesuai dengan judul buku. Bab IV tidak lagi menggunakan judul Hasil Penelitian dan Pembahasan, namun disesuaikan dengan konteks buku. Judul buku menjadi pilihan sebagai judul Bab IV.
Bab IV STRATEGI TIM QUIZ DALAM PEMBELAJARAN TIK
Pada buku bab IV dapat dimasukkan tabel, grafik, foto-foto kegiatan maupun hasil penelitian yang menyatu dalam buku
Maksudnya bahwa tabel, grafik, foto-foto kegiatan tidak lagi berada dalam lampiran namun dibuat menyatu dengan buku yang tentunya disesuaikan narasinya
Modifikasi Bab V
Pada laporan hasil penelitian, bab V biasanya diberi judul PENUTUP. Judul tersebut dapat dipertahankan. Hanya saja, isi bab tidak hanya simpulan dan rekomendasi (saran) saja, namun ditambahkan temuan yang terkait dengan hasil penelitian. Kondisi sebelum dan sesudah penelitian yang masih belum ataupun sudah perhatian tetapi belum memuaskan dapat diuraikan
Intinya bab ini menyaran pada tentang permasalahan yang masih harus diperhatikan. Khususnya PTK, penulis dapat mengambil hasil-hasil refleksi setiap siklus mengingat pada tahapan refleksi ditemukan adanya kelebihan dan kekurangan.
Modifikasi Lampiran
Lampiran yang disertakan hanyalah instrument penelitian atau hasil olah data. Adapun data-data yang menyangkut privacy tidak boleh disertakan, misalnya daftar nilai siswa lengkap dengan namanya.
Jika ingin menyajikan nilai siswa sebaiknya dibuat kode-kode atau dibuat tabulasi. Lampiran PTK misalnya RPP, kisi-kisi soal, soal boleh dilampirkan.
6. Hal-hal diperhatikan saat mengkonversi KTI menjadi buku
Pertama, keaslian laporan hasil penelitian.
Penulis memastikan bahwa laporan yang akan dikonversi menjadi buku memang benar-benar hasil karyanya dan bukan hasil plagiasi. Tidak dipungkiri bahwa banyaknya publikasi ilmiah melalui media digital justru disalahgunakan oknum tak bertanggung jawab untuk melakukan plagiasi
Kedua, menghindari kompilasi yang terlalu banyak.
Penulis sering terjebak dalam kegiatan plagiasi dalam bentuk Kompilasi. Maksudnya penulis hanya sekedar meng-copas pendapat asli para pakar. Guna menghindari hal ini, penulis bisa menggunakan berbagai macam gaya selingkung, misalnya gaya Harvard yang banyak dipergunakan.
Ketiga memilah dan memilih data yang dipublikasikan
Seperti telah disingung di atas, tidak semua data boleh disajikan dalam buku. Hal-hal yang bersifat privacy tidak boleh dicantumkan dalam buku.
Keempat, modifikasi bahasa buku
a. Hindari pemakaian penanda transisi menurut hal itu sesuai dengan pendapat lebih lanjut si A menyatakan berdasarkan hal tersebut
b. Tidak lagi mencantumkan kata-kata seperti penelitian ini, peneliti, teman sejawat, penulis
Kelima, hindari pengambilan sumber kutipan kedua atau pendapat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah
Pada laporan KTI, biasanya penulis mengambil sumber kedua dalam kutipannya, yang biasa ditemu dengan transisi * (Si A seperti dikutip Si B)* Si A mengutip pendapat si B menyatakan bahwa Saat mengambil pendapat dari blog, penulis perlu memperhatikan tingkat akurasi pendapat tersebut disandingkan dengan pendapat para pakar
Keenam, wajib menuliskan semua daftar Pustaka yang dipakai sebagai rujukan dalam buku untuk mendukung keabsahan buku sekaligus menghidari plagiasi.
Hal ini perlu diwaspadai karena penulis terkadang lupa telah melakukan pengembangan sumber kutipan untuk memperkaya teori-teori yang disajikan. Biasanya lupa hanya mencantumkan daftar Pustaka sama persis dengan laporan KTI.
Ketujuh, memperhatikan kaidah penyusunan buku ber-ISBN
Agar memperoleh ISBN, maka penulis sebelum mengirimkan naskahnya perlu memperhatikan kelengkapan naskah (a) judul buku, (b) kata pengantar, (c) daftar isi, (d) isi buku terdiri dari bab-bab, (e) profil penulis/ pengarang, (f) daftar pustaka, khusus untuk buku ilmiah atau ilmiah popular, (g) sinopsis yang ditempatkan di cover belakang buku, dan (h) cover buku
8. Bolehkah laporan KTI apa adanya langsung dijadikan buku?
Sah-sah saja penulis langsung menerbitkan KTI-nya menjadi model seperti buku (tapi bukan buku). Mengapa demikian? Sebab penerbit seperti percetakan mandiri maupun penerbit Indie biasanya tidak melakukan pembatasan yang ketat seperti halnya penerbit mayor.
Motif kepentingan untuk mengejar angka kredit biasanya menjadi dasar penulis yang sekedar membuat laporan KTI nya diterbitkan menjadi buku. Bukan mengkonversi KTI menjadi buku.
Penerbit seperti halnya penerbit Indie memang tak bertanggung jawab atas semua isi buku maupun pemasarannya, meskipun ada beberapa yang membantu proses pemasaran. Namun secara persepsi pembaca yang akan menilai kelayakannya. Nilai jual KTI yang langsung dibukukan tanpa dikonversi tentu akan berbeda dengan yang memang dikonversi jadi buku.
Jadi perlu dipahami diawal bahwa : Meng-ISBN-kan KTI tidak sama dengan mengkonversi KTI menjadi buku ber-ISBN. Oleh sebab itu, penulis juga harus jeli dalam memilih penerbit. Caranya, bacalah buku konversi KTI hasil terbitan suatu penerbit.
Cermati isinya, maka Anda akan dapat menilai kualitasnya. Apakah hanya sekedar menerbitkan apa adanya atau memang benar-benar memperhatikan kualitas terbitannya.
Tujuan Pengembangan Teknologi
Contoh yang banyak ditemui adalah PTK yang mengujicobakan atau mengembangkan media-media pembelajaran dengan karakteristik unik dan mengandung unsur kebaruan. Karya-karya inovatif yang dipublikasikan akan menjadi referensi dalam pengembangan teknologi pembelajaran.
Teknologi tepat guna hasil temuan yang selama ini lebih banyak dipraktikkan di kanal online sebenarnya juga dapat dibukukan sehingga menjadi buku yang inspiratif. Karya-karya hasil INOBEL merupakan contohnya.
Tujuan Pengembangan Karier/Profesi
Pada beberapa jabatan memang menuntut adanya publikasi berupa buku, misalnya widyaiswara, dosen, bahkan guru. Syarat kenaikan pangkat dari unsur pengembangan profesi bagi guru dan dosen khususnya seperti yang terdapat pada buku 4 PKG juga diatur mengenai penerbitan buku. Tentu saja penulisnya juga akan mendapat popularitas jika bukunya berhasil menjadi best seller.
Apa tujuan mengkonversi KTI menjadi buku
Sesuai dengan penjenisannya tadi, ada KTI Nonbuku dan KTI berupa buku. KTI berupa buku tentu tidak perlu dikonversi karena sudah berupa buku. KTI Nonbuku inilah yang menjadi fokus konversi. Apa tujuannya mengkonversi?
Tujuan Keilmuan
Sebenarnya, hasil penelitian selain bermanfaat dalam pengembangan keilmuan, juga dapat bermanfaat dalam menemukan permasalahan sesuai ranah yang diteliti. Permasalahan tersebut tentunya tidak hanya teronggok dalam laporan, namun perlu dicarikan solusi.
Dengan mengkonversikannya dalam bentuk buku, maka permasalahan tersebut akan diketahui oleh khalayak sehingga menjadi dasar bagi penelitian lain untuk menemukan solusinya.
Misalnya bagian dalam refleksi PTK dapat dimanfaatkan sebagai sarana pemecahan masalah saat guru menerapkan suatu metode yang diterapkan pada penelitian selanjutnya
Buku dapat dikonsumsi publik secara luas sebagai bahan referensi.
Memberi petunjuk pada pembaca untuk melakukan hal serupa tapi tak sama (modifikasi action berdasarkan referensi buku hasil konversi)
No comments:
Post a Comment