Sebuah tulisan oleh Farid Numan Hasan saya copas di sini sebagai sumber jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pertanyaan - pertanyaan terkait dengan pemboikotan barang-barang yang mendukung zionis Israel.Penjelasan ini membantu saya untuk menerangkan bagaimana semua dilakukan dan untuk apa? Terlebih barang yang ada dalam daftar sebagian besar sudah menjadi produk yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Bagaimana kita menyikapinya.
Berikut tulisan Farid Numan Hasan dengan judul Menyambut Fatwa MUI Tentang Boikot Produk-Produk Pro Zionis.
_Pertanyaan dari beberapa orang tentang fatwa MUI berkenaan boikot produk-produk yang dikeluarkan perusahaan yang diduga kuat pendukung zionis
Bismillahirrahmanirrahim..
- Hukum asal jual beli adalah mubah, baik produk dari muslim dan non muslim. Rasulullah ﷺ dulu pernah beli makanan (gandum) ke Yahudi. (HR. Bukhari)
- Namun hukum asal ini dapat berubah dgn adanya kondisi istitsna'iyah (pengecualian). Seperti dalam kondisi perang.
- Melarang jual beli produk-produk yg ditengarai berpihak kepada Zionis, diposisikan sebagai strategi perang. Bukan krn zat produk itu yg haram.
- Misalnya, jika ada sebuah warung, yg diketahui dimiliki oleh seorg penjahat yg mana hasil warungnya dipakai untuk kejahatannya. Lalu, masyarakat memboikot warung tersebut agar penjahat itu menghentikan kejahatannya. Pemboikotan ini dibenarkan. Haram bagi kita beli di warung tersebut, bukan krn warungnya menjual barang-barang haram, tapi beli di situ sama juga kerjasama dgn pelaku kejahatan.
- Selain itu, Fatwa Boikot juga bagian dr strategi perjuangan untuk menekan pendapatan ekonomi Zionis, seperti perang th 73, ketika Saudi memboikot minyak ke Israel dan dunia Islam kompak memboikot mereka, akhirnya mereka kalah karena pesawatnya tidak bisa beroperasi.
- Maka hendaknya kita ikut menyambut fatwa ini, yg sebenarnya bukan fatwa baru. Fatwa boikot produk-produk zionis sudah lama disuarakan para ulama mujahid seperti Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, Syaikh Wahbah az Zuhaili, Syaikh Said Ramadhan al Buthi, Syaikh Farid al Washil, Syaikh Al Albani, Syaikh Nashir as Sa'di, Syaikh Ibnu al Jibrin, dll.
- Khusus barang-barang yang belum ada alternatifnya, yang tersedia hanyalah produk zionis atau pendukungnya, sementara kita pun belum bisa lepas darinya, maka itu kondisi yg dimaafkan untuk tetap memanfaatkannya sesuai kadar kebutuhan.
Allah Ta'ala berfirman:
{ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ وَٱسۡمَعُواْ وَأَطِيعُواْ وَأَنفِقُواْ خَيۡرٗا لِّأَنفُسِكُمۡۗ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ }
_Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu._
(QS. At-Taghabun: 16)
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
_Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang._ (QS. Al-An'am: 145)
- Sedangkan Untuk produk-produk zionis dan pendukungnya, yang dapat kita pakai untuk membantu perlawanan jihad juga dibolehkan untuk dimanfaatkan. Misalnya, berbagai platform medsos seperti WA, FB, IG. Hal ini sama dengan memanfaatkan senjata musuh untuk melawan musuh. Tidak masalah. Rasulullah ﷺ pun menerima bantuan dari Musyrikin Bani Khuza'ah untuk melawan Musyrikin lainnya.
- Untuk produk yang terlanjur dibeli, dan kita tidak tahu sebelumnya, silahkan dipakai sampai habis dan jangan dibuang karena Islam melarang menyia-nyiakan harta. Tapi, selanjutnya jangan beli itu lagi. Beralih ke produk yang bersih dari Unsur zionis.
- Sampai kapan boikot ini? Sampai Zionist lenyap dari muka bumi. Jika tidak mampu, paling tidak sampai Palestina merdeka secara penuh, jika tidak juga, paling tidak sampai berakhir peperangan saat ini.
- Lalu bagaimana dengan nasib karyawan-karyawan perusahaan yg diboikot?
Boikot ini ibarat "obat" atas sebuah penyakit. Atau seperti bedah operasi bagi badan yg sakit. Memang pahit, sakit, melukai, dan tidak enak, tapi untuk kemenangan orang-orang tertindas apalagi saudara seiman, serta untuk bebasnya al Aqsha, maka itulah harga dan pengorbanan yang mesti kita bayar. *Hendaknya semua umat Islam ikut berperan termasuk karyawan-karyawan itu sendiri jika benar-benar mereka muslim yang mengimani betul konsep persaudaraan dan rezeki, lalu bertawakal kepada Allah Ta'ala Sang Maha Pemberi Rezeki dan meyakini bahwa Allah Ta'ala akan menggantikan dgn yang lebih baik. Rezeki bukan dari kantor dan pabrik*. Ingat, rasionalitas terhadap nasib karyawan juga harus dibungkus oleh iman kepada rezeki dari Allah Ta'ala dan ukhuwah terhadap mukmin yang dizalimi.
No comments:
Post a Comment