Bismillahirrahmanirrahim.
Sebuah tulisan yang indah hari ini saya terima. Berdasarkan tag tulisan ini ada tulisan Celotehan dari Sulistyo-Solo berjudul "Roda".
Tulisan ini menjadi sebuah refleksi dari apa yang sudah, sedang dan mungkin akan saya lewati. Saya termasuk dikenal sebagai orang yang aktif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cepat. Saya tidak suka menunda.
Namun setelah membaca tulisan ini, benar bahwa cepat tidak selalu tepat. Ada banyak hal yang terlewat ketika kita berjalan terlalu cepat. Terburu -buru. Apakah kita harus menunda segala sesuatu agar kita menikmati perjalanan kita? Tentu bukan seperti itu, menurut saya, tulisan ini dibuat. Tetapi terlalu cepat dan tergesa-gesa pasti akan menghilangkan banyak momen yang memang seharusnya dinikmati dan disyukuri.
Saya sendiri merasakan saat pandemi tahun kemarin. Pola kerja yang sedikit melambat membuat saya menikmati banyak hal. Dan itu memunculkan banyak ide tulisan. Perjalanan yang biasanya terburu-buru dan harus on time masuk kelas agak terkurangi karena pembelajaran dilakukan dengan daring.
Perjalanan sekitar 20 menit jika dilakukan pada masa normal bisa menjadi 30 menit atau lebih. Bukan karena macet tentu saja karena para pekerja pun banyak yang bekerja dari rumah. Tetapi karena saya mengurangi ritme perjalanan menjadi lebih santai.
Hal-hal yang selama ini tidak nampak seperti tiba-tiba hadir dan baru ada. Sawah-sawah hijau membentang sepanjang perjalanan, orang-orang yang rutin berjalan kaki berolah raga, petani yang bekerja di ladang. Matahari yang bersinar cerah dan hujan yang mengguyur saya nikmati sepenuhnya. Dan itu membuat seperti energi baru setiap hari. Kekebalan tubuh terasa meningkat meski pada masa pandemi yang menakutkan.
R O D A
Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu, ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas. Kini sang roda pun bingung. Kemana kah hendak di cari satu bagian tubuhnya itu?
Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah di tinggalkannya. Perlahan, di tapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu di perhatikannya dengan seksama. Setiap benda di amati, dan di cermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu.
Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan. Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam. Hei....semuanya tampak lain. Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil. Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa. Namun kini, semuanya tampak lebih indah.
Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah. Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam. Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya.
Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya, lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda. Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat.
Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak. Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah. Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh. Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang roda.
Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda jika di lihat dari mata yang tergesa-gesa. Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang Roda. Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang. Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.
***
Teman, begitulah hidup. Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang. Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa.
Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan. Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni.
Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam, kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal-hal itu. Teman, coba, susuri kembali jalan-jalan kita. Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati. Runut kembali perjalanan kita.
Adakah kebahagiaan yang terlupakan? Adakah keindahan yang tersembunyi dan alpa kita nikmati? Kenanglah ingatan-ingatan lalu. Susuri dengan perlahan. Temukan keindahan itu!!
Celotehan akar rumput
Aamiin.
No comments:
Post a Comment