Perkara wudhu dan tayum adalah hal yang sangat penting sebelum kita melakukan shalat. Wudhu menjadi salah satu syarat diterimanya shalat. Ketidaksempurnaan dalam berwudhu
Wudlu’
Dalil tentang wajibnya wudlu’ terdapat dalam Qs. al-Ma’idah/5: 6 dan hadis Nabi saw:
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadats sampai ia berwudlu.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah/5: 6 hanya menyebutkan empat anggota wudlu’ yang wajib dibasuh, khususnya ketika sangat sulit dan terbatasnya air untuk bersuci. Namun ketika tidak ada kendala kesulitan atau keterbatasan air untuk bersuci maka disunnahkan untuk berwudlu’ sesuai dengan sunnah Nabi yang telah dirinci dalam hadis-hadis yang maqbûl.
Dalam hal ini, ada sebuah hadis tentang tata cara berwudlu’ yang diceritakan oleh Humran mawlâ (mantan budak) Usman ra.:
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا.
“Bahwasanya Usman bin `Affan r.a. meminta tempat air lalu berwudlu. Maka (ia mulai) membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan menyemburkan air dari mulutnya. Lalu ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh yang kiri seperti itu (pula). Lalu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai kedua mata kaki tiga kali, kemudian kaki kirinya seperti itu (pula). Kemudian ia (Usman) berkata: Saya melihat Rasulullah saw berwudlu seperti wudluku ini.” (Muttafaq `alayh, dari Humrân)
Dengan demikian tata cara berwudlu’ secara lengkap berdasarkan sunnah Rasul adalah sebagai berikut:
1. Niat berwudlu’ karena Allah semata. Sebagai pekerjaan hati, maka niat tidak perlu dilafalkan, apalagi memang tidak ada tuntunan untuk melafalkannya dari Nabi saw. Beliau hanya menuntunkan untuk mengucapkan: bismillâh (تَوَضَّئُوا بِسْمِ اللَّهِ . Nasa`i & Ibn Khuzaymah).
2. Membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai jari-jemarinya (وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ . HR. Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, & Ibn Majah)
Beliau juga mencontohkan cara membasuh anggota wudlu’ yakni dengan sedikit menggosoknya (يَدْلُكُ .HR. Ahmad & Abu Dawud)
3. Berkumur-kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke hidung dan kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali. Abdullah bin Zaid ra menceritakan bahwa setelah Nabi saw membasuh kedua tangannya:
… فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا
“Lalu berkumur-kumur dan mengisap air dari telapak tangan sebelah, ia lakukan seperti itu tiga kali.” (Muttafaq `alayh)
Tetapi anjuran untuk berkumur-kumur sampai ke dalam-dalam, tidak berlaku bagi orang yang sedang berpuasa (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud & Ibn Majah). Untuk menjaga kebersihan dan keharuman mulut, Rasulullah saw menganjurkan bersikat gigi (siwâk) dalam setiap berwudlu’ (HR. al-Bukhari, al-Nasâ’i, dan Ahmad).
4. Membasuh wajah tiga kali secara merata sambil mengucek ujung bagian dalam kedua mata (HR. Ahmad, Abu Dawud & Ibn Majah, dari Abu Umamah ra.). Bagi yang berjenggot dituntunkan supaya menyela-nyelai jenggotnya ( يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ . Tirmidzi, Ibn Majah)
5. Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, kemudian tangan kiri dengan cara yang sama. Rasulullah saw bersabda: وَإِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَءُوا بِأَيَامِنِكُمْ : “Dan apabila kalian berwudlu maka mulailah dengan yang kanan-kanan!” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, & Ahmad). Beliau juga menuntunkan agar senantiasa menyempurnakan wudlu’ dengan cara melebihkan basuhan (HR. Muslim).
6. Mengusap kepala sekaligus dengan telinga, cukup satu kali. Kepala yang dimaksudkan di sini adalah tempat tumbuhnya rambut di kepala, bukan rambutnya itu sendiri dan bukan hanya sebagian kepala. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Abdullah bin Zaid ra.:
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
“Kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, dari depan ke belakang, (yakni) ia mulai dari batas depan kepala hingga beliau menjalankan kedua tangannya sampai tengkuknya, lalu mengembalikannya ke tempat ia memulainya.” (HR. Jama`ah, dari ‘Abdullah bin Zayd).
Selanjutnya,
فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِي أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ
“Beliau memasukkan jari telunjuknya ke dalam dua lubang telinga. Dua ibu jari beliau mengusap punggung kedua telinganya sedang dua telunjuknya di dalam kedua telinganya.” (HR. Abu Dâwud dan Nasâ`i, dari ‘Abdullah bin ‘Umar).
Bagi yang memakai sorban karena sudah terbiasa memakainya, cukup dengan mengusap ubun-ubunnya (bagian depan kepala) dan atas sorbannya (فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ. HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud & Ahmad dari al-Mughirah bin Syu`bah ra.). Tetapi bila tidak bersorban, maka dituntunkan untuk mengusap kepalanya secara merata.
7. Membasuh kaki kanan sampai dua mata kaki sambil menyela-nyelai jemari sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri dengan gerakan yang sama (Muttafaq `alayh, dari Humrân ra.). Meskipun membasuh kaki termasuk dalam rukun wudlu’, namun jika ia menggunakan khuf (sepatu panjang) dalam keadaan suci, lalu batal dan ingin berwudlu’ kembali maka Nabi saw memberikan keringanan dalam membasuh kaki yakni cukup dengan mengusap punggung kedua khuf (HR. al-Tirmidzi dan Ahmad, dari Mughîrah).
8. Tertib, sesuai dengan keumuman lafal hadis: ابْدَءُوا بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ : “Mulailah dengan apa yang telah dimulai Allah!” (HR. al-Nasa’i, Ahmad)
9. Setelah wudlu’, ucapkanlah:
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya.” (HSR. Muslim, al-Nasa’i, dan Ibn Mâjah dari `Umar bin al-Khaththab ra.)
Ingat! Rasulullah saw sangat menganjurkan umatnya untuk menyempurnakan wudlu’ & tidak boleh membiarkan ada anggota wudlu yang tak terbasuh air meskipun selebar kuku (HR. Abu Dawud, Ibn Majah & Ahmad). Bagi yang tidak cermat dalam berwudlu, ancamannya adalah neraka Wayl (Muttafaq `alayh, dari Abu Hurayrah). Itulah sebabnya beliau menganjurkan supaya melebihkan basuhannya (HR. Muslim, dari Abu Hurayrah), tapi jangan menggunakan air secara berlebihan (mubadzir).
Hal-hal Yang Membatalkan Wudlu
Ada lima hal yang bisa membatalkan wudlu, yaitu:
- Keluarnya sesuatu dari dua lobang bawah yakni qubul (lobang depan atau kemaluan) dan dubur (lobang belakang atau pantat), baik karena berhadats kecil maupun berhadats besar (junub). Termasuk hadats kecil adalah kentut, madzi, wadi dan istihâdlah (yakni darah yang keluar dari wanita secara terus menerus di luar waktu kelaziman darah haid dan nifas).
- Tidur nyenyak dalam keadaan berbaring. Namun bila dalam keadaan duduk, tidak mengapa. Hal ini didasarkan pada riwayat sahabat Anas bin Malik ra.:
كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ
“Suatu ketika para sahabat Rasulullah saw menunggu waktu shalat Isya yang akhir hingga terkantuk-kantuk kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu.” (HR. Abu Dawud & Ahmad dari Anas, dan Tirmidzi dari Syu`bah)
3. Menyentuh kemaluan tanpa alas/pembatas. Ini didasarkan pada hadis Nabi saw:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلاَ يُصَلِّ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka janganlah ia shalat sampai ia berwudlu.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad, dari Busrah binti Shafwan).
4. Hilang akal, seperti: gila, pingsan atau mabuk.
5. Menurut Ibn Abbas bahwa lâ-ma-sa (“saling bersentuhan”) dalam QS. Al-Maidah/5: 6, secara bahasa berarti: bersetubuh. Hal ini diperkuat oleh banyak riwayat yang menyatakan bahwa Nabi saw pernah disentuh oleh istrinya saat sujud dalam shalat (HSR. Al-Nasâ’i, Ahmad, dari ‘Âisyah ra.) dan pernah juga mencium istrinya lalu shalat tanpa berwudhu lagi (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dâwud, dari ‘Âisyah ra).
Tayammum
Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudlu’ dan mandi besar bila ada halangan, seperti sakit atau ketiadaan air untuk bersuci, misalnya karena musafir. Tayammum didasarkan pada ayat Al-Qur’an surat Al-Nisa’/4: 43:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.” (Lihat pula ayat senada dalam QS. Al-Mâidah/5: 6)
Demikian pula riwayat sahabat ‘Ammâr bin Yâsir ra. yang bercerita di hadapan ‘Umar bin al-Khaththâb ra. bahwa dalam sebuah perjalanan ia pernah berguling-guling di atas tanah lalu shalat karena junub dan tidak mendapatkan air. Setelah kejadian ini diceritakan kepada Nabi saw, maka beliau bersabda:
إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا، فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
“Sesungguhnya cukup bagimu begini, lalu beliau pun menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah lalu meniupnya kemudian mengusap keduanya pada wajah dan kedua telapak tangannya.” (Muttafaq ‘alayh)
Dalam redaksi al-Bukhâri yang lain ada tambahan: وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً: “dan mengusap wajah dan kedua tangannya, sekali.” Sedang dalam redaksi al-Daraquthni disebutkan: ثُمَّ تَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ إلَى الرُّسْغَيْنِ : “Kemudian kamu mengusap dengan keduanya (yakni: telapak tangan) pada wajahmu dan kedua tanganmu sampai kedua pergelangan tangan.”
Berdasarkan QS. 4: 43, QS. 5: 6 dan riwayat yang disepakati al-Bukhari dan Muslim di atas, maka cara bertayammum adalah sebagai berikut:
- Mengucap basmalah (yakni bismillâhirrahmânirrahîm) sambil meletakkan kedua telapak tangan di tanah (boleh di dinding) kemudian meniup debu yang menempel di kedua telapak tangan tersebut.
- Mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah satu kali, kemudian langsung mengusapkan ke tangan kanan lalu kiri cukup sampai pergelangan telapak tangan, masing-masing satu kali.
Hal-hal yang membatalkan tayammum,
- Semua hal yang membatalkan wudlu.
- Menemukan air suci sebelum mengerjakan shalat. Bagi yang sudah shalat lalu menemukan air untuk bersuci pada saat waktu shalat belum lewat maka ada dua pilihan kebolehan, yakni pertama, ia boleh tidak mengulangi shalatnya lagi, dan kedua, boleh juga ia berwudlu lalu shalat lagi (HR. Abu Daud dan al-Nasa’i). Namun jika sudah bertayammum dan belum melaksanakan shalat, maka ia wajib berwudlu’. (HR. al-Bukhari, dari `Amran)
- Habis masa berlakunya, yakni satu tayammum untuk satu shalat, kecuali bila shalatnya dijama’. Menurut keterangan sahabat Ibn Abbas (HR. al-Daraquthni) dan Ibn Umar (HR. al-Bayhaqi) bahwa masa berlaku tayammum hanya untuk satu kali shalat, meskipun tidak berhadats. Inilah pendapat yang lebih kuat. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa sebagai pengganti wudlu maka masa berlaku tayammum sama dengan masa berlaku wudlu.