Friday 9 September 2022

Menulis Novel Biografi


Pada malam ini terlewatkan acara sharing bersama Grup WA Forsen Books. Alhamdulillah, kegiatan dilaksanakan melalui WA sehingga dapat menyimak dan mengutip ilmunya untuk disimpan di sini.

Kesempatan sharing kali ini mengambil tema Tips dan Trik Menulis Novel Biografi dengan narasumber Indah Sari Abidin. Beliau adalah penulis buku "Usman, Sang Perintis".

Ketika kita berbicara tentang menulis novel biografi sepertinya berat dan perlu kajian yang mendalam ya? Wah, sebuah tantangan. Nah, di kesempatan ini kita coba mendapatkan pandangan yang berbeda langsung dari penulis novel biografi. Yuk kita simak materinya ya?

Dan pada prinsipnya, menulis novel biografi secara penulisan tidak jauh berbeda dengan menulis novel fiksi pada umumnya.

Selain itu, dalam proses penulisan sebuah novel biografi, persentase menulisnya hanya sekitar 30 persen saja. 

70 persen lainnya adalah kerja keras penulis untuk mencari, menelusuri, dan mendapatkan sumber cerita yang orisinil dan valid, sehingga penulis dapat mendalami jiwa dan karakter tokoh yang akan ditulisnya. 

Jadi, pekerjaan 70 persen itulah yang akan kita bahas di sini.

Langkah awal yang harus dilakukan seorang penulis, saat hendak menulis novel biografi adalah, menentukan tokohnya. Siapa tokoh yang tepat untuk dituliskan?

Di Indonesia, istilah biografi itu memang masih terdengar sakral dan menegangkan. Kebanyakan orang menganggap, seseorang yang kisahnya pantas dibukukan dalam sebuah novel biografi adalah tokoh tokoh besar yang memiliki pengaruh dan jasa bagi bangsa dan negara. Atau seorang selebriti yang terkenal dan memiliki jutaan penggemar. Atau tokoh masyarakat yang senantiasa menginspirasi dan menjalani hidup tanpa cela. 

Padahal siapapun dapat menuliskan kisah hidupnya. Meskipun ia bukan tokoh besar, bukan selebriti, dan bukan seseorang yang bebas dosa. Seseorang yang menuliskan kisah hidupnya bukan sebuah perilaku narsis atau kepedean. 

Di luar negeri, Atas nama kebebasan berpendapat, menulis biografi bukan sesuatu yang sakral. Sehingga seorang Madonna bisa menerbitkan 20 buku biografi, ditengah begitu banyak skandal dalam hidupnya.  

Seorang pemadam kebakaran bisa membuat biografi hidupnya, meskipun dia bukan tokoh besar atau public figure yang dikenal banyak orang. 

Sebuah novel biografi, bukan hanya sekadar menangkap dan menuliskan jalan sukses tokohnya. Namun, bagaimana perjalanan hidup seseorang yang berliku dapat menginspirasi dan mencerahkan para pembacanya.

Pandangan "tegang" terhadap biografi ini yang membuat perkembangan novel biografi menjadi sempit dan seolah terbatas. Padahal, jika dikelola dengan baik, market novel biografi ini bisa semeriah market novel fiksi lainnya. Bahkan mungkin lebih.

Tugas penulis untuk mengubah pandangan serta asumsi masyarakat yang keliru terhadap novel biografi. Sehingga novel novel biografi dapat sejajar baik secara kualitas dan kuantitas dengan novel lainnya di pasaran. Sehingga siapapun tidak merasa sungkan untuk menerbitkan kisah hidupnya dalam bentuk novel. 

Apalagi saat ini ada forsenbook, sebuah penerbit yang konsisten menerbitkan naskah naskah baik, dan menyediakan kemudahan bagi siapapun untuk menerbitkan bukunya dengan terjangkau.

Menurut Bu'Nde, demikian panggilan Bu Indah, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menulis sebuah novel biografi.

1. Pilih alur waktu yang paling tepat dan bisa dikuasai oleh penulis. Penulis dapat menuliskannya dengan time line linier atau alur maju (diawali sejak tokoh kecil, tumbuh remaja, dewasa , hingga masa tua)

Atau dengan alur flash back. (Biasanya diawali dengan masa kini, dan flashback pada kenangan masa lalu)

2. Berangkat dari sebuah peristiwa yang menjadi 'hilight' dalam kehidupan tokoh. Bisa dari peristiwa yang sangat menyenangkan, atau peristiwa yang sangat melukai. 

3. Memasukan sesuatu yang khusus pada setiap babnya.

Aspek yang perlu diperhatikan dalam mengumpulkan data dan informasi :

1. Aspek psikologis.

Sejak awal seorang penulis harus peka, dan mampu memahami, mengapa tokoh ini ingin membuat buku. Penulis juga harus dapat menguasai medan wawancara. Sehingga klien tau, bahwa dalam pekerjaan ini, penulis adalah leadernya. Hal ini penting agar dalam proses menggali informasi memunculkan kejujuran yang tulus antar kedua belah pihak.

2. Aspek teknis.

Sebaiknya penulis sudah bisa membaca peta kehidupan sang tokoh sejak awal. Sehingga saat wawacara berlangsung, penulis tidak datang dengan kepala kosong.

3. Aspek juridis

Semua data dan informasi yang didapatkan, harus tervalidasi. Jangan sampai data yang didapat bukan hasil dari rekaan dan kurang akurat.

Berikut beberapa pertanyaan yang muncul pada sesi pertanyaan di kegiatan malam ini.

1. Mau nanya waktu proses kreatif nulis novel Usman, siapa saja yg dijadikan narsum? Apakah melibatkan teman2 alm? Atau istilahnya berapa lapis keluarga yg dijadikan narsum? 

2. Gimana cara BuNde membuat highligh cerita, agar tidak ke mana2 mengingat cerita2 yg didapat bisa jadi banyak atau sebaliknya malah minim? (Dari Dian Onasis)

Jawaban:

Terimakasih unii.


Saat menulis novel Usman kemarin, 'jujurly' saya dapat banyak kemudahan. 

Karena sebelum novel ini dibuat, biografi dan perjalanan hidup Usman sudah terlebih dulu terbit. Ditulis oleh Bapak dan Om saya. 

Namun saya tetap melakukan wawancara untuk dapat menangkap 'rasa' yang hanya bisa saya dapatkan saat mendengar langsung tutur dan gestur dari narasumber. Yang saya wawancara kebetulan anak anak dan murid murid Usman. Karena rekan segenerasinya sudah berpulang semua. 

Saya membuat timeline, uni. Jadi saya menulis timeline sepanjang dinding (yang kebetulan ditempelin whiteboard) berisi tahun dan perostiwa peristiwa yang terjadi di tahun tsb.


Many thx to kak @⁨Wini Afiati⁩ yang udah ngusulin cara ini buat menguraikan isi kepala yg kusut dipenuhi banyak peristiwa dari data. 🙏🏻

2. Pertanyaan saya, untuk menuliskan novel biografi itu apakah semua tokoh yang terlibat, tempat dan semuanya harus asli sesuai fakta? (Zoe)

Jawaban:

Semua yang dituliskan harus berdasarkan data. Namun, dalam penulisan novel, kita juga butuh alur cerita yang berliku, sementara dalam jalan hidup, kadang ada part yang memang tidak ada datanya. Di sini penulis bisa melakukan improvisasi, tanpa menghilangkan esensi cerita aslinya.

Dalam novel biografi yg saya tulis. Ada tokoh antagonis yang kerap mengacau di kampung kami. Tokoh ini saya ganti dengan tokoh fiktif, dan jenis kekacauan yang dibuatnya pun berbeda. Hal ini untuk menjaga aib ybs dan menjaga hati keluarganya. Karena hingga kini anak keturunannya masih ada.

3. BuNde, memasukkan sesuatu yang khusus dalam tiap bab itu maksudnya seperti apa? Bagaimana memilih yang khusus itu di antara yang umum-umum dari data yang kita dapatkan?(Silvya)

Jawaban:

Jadi begini, seorang penulis harus bisa memastikan, bahwa naskah yang ia tuliskan bukan sekadar perluasan dari CV si tokoh. 

Namun, tulisan yang ia dapatkan dari pengumpulan informasi dan wawancara, harus ia sajikan dalam bentuk yang khas, sehingga lekat dalam ingatan pembaca.

 Untuk itu penulis harus sangat jeli saat melakukan wawancara. Sehingga yang diceritakan oleh tokoh bukan melulu tentang kebaikan dan kesuksesannya. Penulis juga harus bisa mengulik kelemahan dan kekurangan si tokoh. Bukan untuk mempermalukan. Namun untuk dijadikan pelajaran. Sebuah kesalahan yang diungkapkan dalam penyajian yang bijaksana, dapat menjadi cermin yang jujur buat pembaca.


4. Mbak saya mau tanya, gimana kira2 mencari info ke tokoh yang mau kita buat biografinya tapi dia udah uzur...aku terinpirasi banget dengan nenek suami yang pemurah banget sampe panjang umurnya, sekarang sudah lebih dari 100tahun umur ya.

Jawaban:

Jika tokohnya masih bisa melakukan komunikasi, langsung saja ajak ngobrol. Tapi mungkin mengingat usia yang sudah sepuh, waktunya dibatasi tidak terlalu lama setiap sesinya. 


Dalam kondisi klien sehat. Idealnya wawancara dilakukan tidak lebih dari dua jam. Di samping melelahkan. Jika sudah lebih dari dua jam, biasanya konten pembicaraan juga biasanya sudah keluar konteks, ngelantur, dan si tokoh juga gak ngeh lagi, apa yang layak ia sampaikan pada penulis. 

Hal ini akan menyulitkan penulis dalam meramu cerita. Karena terlalu banyak hal yang off the record. Jika sudah tidak bisa berkomunikasi efektif. Kita bisa lakukan wawancara dengan orang terdekatnya.


5. Malam kak, saya izin bertanya. Setelah baca aspek psikologis yang kakak uraikan. Daftar pertanyaan seperti apa yang kakak susun untuk wawancara, seberapa banyak? (Fitri Rahayu)

Jadi kita musti siapin alat perekam ya kak agar bisa di putar ulang?

Jawaban:

Saya sebetulnya tidak menuliskan daftar pertanyaan khusus dalam wawancara.

Tapi saya menuliskan poin yang harus saya gali saat wawancara. 

Kenapa saya tidak membuat daftar tanya, karena narsum yang saya datangi semuanya sudah sepuh. Masih aktif dan tektok dalam komunikasi, namun, lebih senang melayani obrolan daripada menjawab pertanyaan. 

Tapi saya sering memberi pertanyaan semacam :

"Apa peristiwa yang paling berat dan menyakitkan dalam hidup bapak?"

Aspek psikologis kadang lebih bisa kita gali dengan pengamatan. 

Gestur narsum saat bicara, getar suaranya saat bercerita, tarikan napasnya, sorot mata, itu semua adalah ekspresi jiwa yang bisa kita tangkap. Sehingga kita dapat merasakan apa yang bergolak dalam hatinya saat pwristiwa yang ia crritakan berlangsung. 

Begitu kita putar ulang rekaman. Kita bisa langsung menuliskan segala rasa, emosi, dan, gejolak yang ada dalam dada si tokoh kala itu.

Kita bisa terinspirasi pertanyaan yg akan kita ajukan saat sesi wawancara ya, BuNde

Jadi kayak pertanyaan on the spot.Pertanyaan pertanyaan akan mengalir sendiri saat 'obrolan' berlangsung.

 Itu kalo buat saya sih terpake banget. Karena kan ga semua wawancara kita buat transkripnya yaa. Meski idealnya begitu. 

Pas mendengar ulang pembicaraan. Kebayang lagi emosi dan perasaan yang terlihat dari si tokoh.

6. BuNde, kan tadi disebutkan kalau sebelum BuNde, Bapak dan Om sudah juga menuliskan tentang Engkong Usman, apakah kemudian BuNde 'menyesuaikan' entah apa yaa ... gaya atau isi di buku BuNde dengan gaya penulisan Bapak atau Om? Jadi saat orang membaca ketiga buku tentang Engkong ini, apakah orang akan mengatakan 'Oh iya memang Engkong Usman itu begini ini, bener seperti yang dituliskan di ketiga buku ini'? atau kedua buku itu malah jadi tantangan untuk membuat buku BuNde berbeda dari yang sebelum2nya? (Astrid Ivo)

Jawaban:

Iya, Bapak dan Om sebelumnya sudah menuliskan buku biografi engkong usman. 

Saya tentu saja menyesuaikan konten dari kedua buku tersebut. Terutama untuk kejadian dan peristiwa yang terjadi. 

Kalo untuk gaya penulisan, sepertinya sangat berbeda. Kedua buku sebelumnya juga gaya penulisannya sudah berbeda. Iyah. Saya merujuk pada runutan peristiwa dari dua buku tsb. Agar urutannya sama dan sejalan.


7. Lalu, kisah yg mana yg sangat mengena BuNde, yg dituliskan di buku Usman ini? (Widyana Abdullah)

Jawaban:

Kalo buat aku, kisah yang paling berkesan adalah kisah dipecatnya Usman secara tiba tiba dari madrasah.

Semacam blessing disguise gitu dalam perjalanan hidupnya.

Di satu sisi beliau mendapat perlakuan penghinaan. Namun, di sisi lain, ternyata Alloh memang hendak membuat beliau lebih banyak.belajar.

9 comments:

  1. Terima kasih sharing ilmunya, resume ini y

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Bu Nani, daripada hilang saya titipkan di blog untuk catatan.

      Delete
  2. Informatif dan inspiratif
    Terima kasih banyak shar y Bun

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah... Dpt ilmu.. terimakasih Bund.. pingin jg ini nulis biografi..

    ReplyDelete

AIR #26 Ketika Engkau Merasa Lelah dalam Kebaikan

 KETIKA ENGKAU MERASA LELAH DALAM KEBAIKAN Oleh : Aris Ahmad Jaya Teruslah berbuat baik meski engkau merasa lelah. Karena sesungguhnya lelah...