Thursday 9 September 2021

Budaya Antre: Berubah Masa?



Salah satu yang menarik dalam masyarakat kita adalah permasalahan dengan kedisiplinan. Salah satunya terkait dengan budaya antre. Apa itu disiplin? Menurut wikipedia, disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya. Pendisiplinan adalah usaha usaha untuk menanamkan nilai ataupun pemaksaan agar subjek memiliki kemampuan untuk menaati sebuah peraturan. 

Penulis yakin mengantre sudah menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sehari-hari. Terlebih di masa pendemi ini. Di mana antrean diatur sedemikian rupa dengan jarak tidak boleh kurang dari 1,5 meter. Bagaimana yang Anda rasakan ketika tiba-tiba ketika Anda sudah lama mengantre, seseorang tanpa ba bi bu memotong antrean Anda? Pernahkan Anda mengalaminya? Atau malah pernahkan Anda memtong antrean orang lain? Mudah-mudahan tidak ya?

Pada kesempatan Kamis Menulis untuk tanggal 9 September 2021 ini tema yang diangkat adalah budaya antre. Antri atau antre? Apakah berbeda antara antre dan antri? Berdasarkan KBBI perbedaan keduanya adalah [pada baku dan tidak baku. Antri adalah kata tak baku sedangkan kata bakunya adalah antre. Mankah yang sering kita gunakan? Benar kita memang cenderung lebih banyak menggunakan kata tidak baku dalam aktivitas sehari-hari kita sehingga kata yang sebenarnya baku dan seharusnya sering digunakan menjadi kata yang asing bahkan sering kali kita terkaget-kaget dengan kata baku tersebut. Salah satunya kata antre ini. Langsung muncul penasaran kita antri atau antre?

Ok baiklah kita lihat sejenak kata antre menurut KBBI ya? Berdasarkan KBBI pengertian antre adalah sebagai berikut:

antre/an·tre/ /antrĂ©/ 1 v berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dan sebagainya); 2 n antrean;

mengantre/meng·an·tre/ v berdiri dalam deretan memanjang sambil menunggu giliran untuk dilayani mengambil (membeli dan sebagainya) sesuatu;

antrean/an·tre·an/ n deretan orang, barang olahan, atau unit yang sedang menunggu giliran untuk dilayani, diolah, dan sebagainya;

pengantre/peng·an·tre/ n orang yang mengantre;

pengantrean/peng·an·tre·an/ n proses, cara, perbuatan mengantre


(Sumber https://kbbi.web.id/antre)


Gambar: https://kantorbahasasultra.kemdikbud.go.id/

Menurut Wulandari dkk tahun 2019 menyatakan ada beberapa manfaat dari kegiatan mengantre :
1. Melatih kesabaran anak-anak,  agar mampu mengendalikan emosi yang labil.
2. Belajar menghargai dan menghormati hak orang lain.
3. Belajar akan konseksuensi terhadap perbuatan yang dilakukan.
4. Kita akan lebih bisa mengatur waktu melakukan kegiatan yang kita lakukan.
5. Belajar bersosialisasi dengan orang yang juga mengantre.

Kita termasuk negara yang kesadaran budaya antre masih cukup memprihatinkan. Mengapa demikian? Kurangnya kedisiplinan diri, kesadaran menghargai orang lain dan ingin cepat selesai pada suatu kegiatan menjadi sederetan penyebab mengapa budaya antre masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Padahal jika mau bersabar mengantre justru akan mempercepat proses daripada ketika mencoba melakukan hal-hal yang tidak perlu dilakukan untuk mempercepat antrean. Hal tersebut justru malah akan menimbulkan kekacauan dan akhirnya antrean tidak dapat berjalan dengan lancar. Pada akhirnya waktu yang digunakan untuk mengantre menjadi lebih lama daripada seharusnya.

Berbicara tentang budaya mengantre, ada 2 hal yang selalu menarik penulis untuk mengamati. Penulis sangat menikmati mengantre dengan mengawasi orang-orang yang juga sedang mengantre. Dulu penulis sering menemui orang yang sedang antre membawa buku. Mereka terlihat menikmati waktu mengatre dengan asyik menikmati bacaan yang ada di tangan mereka. Ada yang membaca komik, novel atau jenis buku-buku yang lain. Mereka kadang tersenyum sendiri, menerawang sejenak setelah membaca kemudian menekuri kembali bacaanya. Penulis sangat kagum dengan orang seperti ini. Mereka seperti menikmati dunia di dalam buku bacaanya dan tidak mempermasalahkan waktu yang lewat saat mengantre. 

Hal yang kedua yang penulis amati adalah beberapa pengantre yang memberikan kartu atau giliran antreannya kepada orang lain yang lebih membutuhkan didahulukan. Seperti manula, orang yang sedang hamil dan orang yang tampak kelelahan saat mengantre. Ada rasa yang luar biasa saat melihatnya. Sebuah tindakan yang keren dan membahagiakan. Dan hal tersebut sering terjadi pada orang-orang yang muda kepada orang yang lebih tua. Sebuah penghormatan dan penghargaan kepada orang yang lebih tua dari mereka. Ada kasih sayang sekaligus respek dan kepedulian terhadap orang lain.

Kedua peristiwa tersebut sekarang jarang penulis saksikan. Antrean masih tetap berlangsung di mana-mana. Di tempat perbelanjaan, di rumah sakit/puskesmas, di restauran/rumah makan dan tempat lain yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan antrean. Bahkan mungkin semakin mengular karena jarak yang ditentukan. Tapi ada yang hilang. Masing-masing pengantre sibuk dengan diri mereka sendiri. Gawai di tangan mereka sibuk mereka mainkan. Kadang mereka tersenyum sendiri. Jari-jari mereka tidak berhenti memencet tombol-tombol di gawai dengan cepat. Pandangan mereka tak lepas dari benda elektronik di tangan mereka. Melihat seperti ini rasanya berbeda saat melihat orang mengantre tapi sibuk dengan membaca. Padahal sama-sama sibuk dengan diri mereka sendiri. Mengapa ya?

Demikian pula dengan memberikan antrean yang lebih dulu kepada orang yang membutuhkan. Hal ini pun menjadi sulit untuk disaksikan. Mungkin karena semuanya sibuk dengan dunia gawainya maka kepekaan terhadap orang-orang di sekitarnya pun berkurang. Tidak peduli muda atau tua, sakit atau sedang kesakitan, semuanya sama-sama mengantre. Sesuai saja nomor antreannya. Apakah memang sudah demikian seharusnya? Atau karena kepedulian terhadap orang lain mulai terkikis? Semuanya memikirkan bagaimana nasib diri sendiri?  Beragam pertanyaan muncul tanpa jawaban. Penulis pun bingung sendiri dalam pengamatannya. Mungkin masa memang sedang berubah.




16 comments:

  1. Lengkap sekali. Uraian kata antre dan hal-hal yang terjandung di dalamnya. Kebesaran Tuhan, selalu ada hikmah di balik musibah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar Pak D. Selalu ada hikmah di balik musibah. Antre pada situasi yang berbeda.

      Delete
  2. Informatif banget. Banyak hal yang diangkat dari kata antre. Penjabarannya luwes.
    Hmm.. Budaya berubah, kebiasaan antre pun berubah, gawai menjadi teman terdekat, walaupun sedang mengantre

    ReplyDelete
  3. Budaya antre tetap ada hanya kebiasaan yg dilakukan ketika mengantre sekarang sudah berubah. Dulu ketika mengantre kita suka bertegur sapa, sekarang ketika mengantre gawailah yg jadi teman kita he...he...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekarang menyapa dikurangi. Takut salah orang karena bermasker.

      Delete
  4. Wow, artikelnya mantuul. Gak apa-apa antre sambil asyik nguprek gawai, dari pada menujukkan sikap dan perilaku yang meresahkan sesama pengantre..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Ambu, semakin dekat dan akrab dengan gawai masing-masing.

      Delete
  5. Artikel yang lengkap dan informatif. Terima kasih telah berbagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak yang ingin disampaikan terkait budaya antre, Pak.

      Delete
  6. Meskipun antre ada baiknya kita memperhatikan kan mereka yang membutuhkan. Berikan data antre kepada mereka. Sepertinya ini lebih baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih solusinya. Sepertinya di beberapa tempat sudah memberi antrean tersendiri untuk manula.

      Delete
  7. Memang betul sekali,kadang orang ketika ikut mengantre tidak mempedulikan orang lain. Yah mungkin berpikir bahwa mereka memiliki nasib yang sama dengan dirinya.

    ReplyDelete
  8. Ya mungkin masing-masing punya kepentingan.

    ReplyDelete

Membeli Waktu

Assalamuallaikum warahmatulahi wabarakatuh  Bismillahirrahmanirrahim  Membeli Waktu Pada suatu hari, seorang Ayah pulang dari bekerja pukul ...