Wednesday 3 November 2021

Writer's Block dan Mental Kepenulisan


Pada kesempatan malam ini berkesempatan mengikuti kegiatan WIMP dengan tema Writer's Block dan Mental Kepenulisan. Materi ini disampaikan oleh narasumber Ibu Ditta Widya Utami dari Subang.






1. Siap Konsisten

Konsisten bisa diartikan luas. Target konsisten pun bisa disesuaikan masing-masing. Lebih bagus bila sudah seperti Omjay yang meski berada di lautan kesibukan, beliau mampu menulis setiap hari di blog. Bu Ditta sudah kenal blog sejak kuliah. Sekitar tahun 2010. Tapi senang menulis sudah terjadi jauh sebelum itu. Sejak SD rutin menulis walau di buku diary. 

Konsisten menulis dari SMP hingga SMA dengan menulis cerita di buku tulis. Kemudian dipinjamkan ke teman-teman untuk dibaca. Kuliah mulai masuk menjadi blogger. Ditambah saat itu Bu Ditta mendapat domain khusus dari pemberi beasiswa kuliah.  Wah senangnya. Ketika menjadi guru, beliau tetap menulis baik di blog dan beberapa menjadi buku.

Hebatnya di tengah kesibukan sebagai Pengajar Praktik (PP) Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP), beliau masih konsisten menulis. Di jurnal pendampingan, laporan lokakarya, dan sesekali di blog.

Menurut pengajar di SMP di Subang, menulis versi dulu dan sekarang tentu berbeda. Dulu kebebasan berpendapat sulit didapat. Alih-alih penghargaan, jika tak tepat penjara malah jadi sasaran.

Sekarang, menulis semakin mudah. Di blog pribadi maupun keroyokan. Kita bisa menulis. Menerbitkan buku ke penerbit mayor atau Indi juga bisa. Jadi, mengapa masih tak menulis?

2. Siap Dikritik

Siapa di sini yang pernah mendapat kritik pedas atas tulisannya? Atau masih belum menulis karena takut dikritik? Takut dibilang nggak bagus? Takut masih banyak salahnya? dsb

Mengeani kritik ini beliau menceritakan pengalamannya. Saat ikut lomba mahasiswa berprestasi yang salah satunya harus membuat karya tulis, saya dengar bahwa ada dosen yang mengatakan "tidak ada yang layak jadi karya tulis".

Alih-alih baper dengan kritikan tersebut, bu Ditta memilih menjadikan itu sebagai pelecut semangat. Beliau katakan pada diri sendiri, membuat afirmasi positif bahwa suatu saat akan dia buktikan bahwa dia bisa membuat karya tulis yang baik.

Alhamdulillah, ketika ikut lagi, nilai saya seri dengan teman. Untuk meraih posisi pertama, kami bahkan harus tanding ulang 😅 Tapi akhirnya saya harus bersyukur berada di posisi 2.

Kritik itu akan selalu ada. Tinggal bagaiamana kita menyikapinya. Garam akan tetap asin. Tergantung seluas apa wadah yang kita siapkan. Jika hati kita sekecil gelas, tentulah ketika ditambah garam akan terasa asin. Namun jika kita mau meluaskan hati. Ibarat garam yang dimasukkan ke danau. Insya Allah akan tetap terasa segar airnya.

3. Siap Belajar

Kita selalu bisa belajar dari siapa pun, kapan pun dan dimana pun. Bahkan dari seorang pencuri, kita bisa belajar bahwa hal tersebut merugikan orang lain. Sehingga kita bisa belajar bersikap menjadi pribadi yang lebih baik. Tak ada tua muda dalam belajar.

 Setiap orang berhak dan mampu belajar. Termasuk di grup ini.  Kehadiran Bapak/Ibu membuktikan bahwa peserta di grup ini adalah sosok sosok pembelajar sejati. Insya Allah.

4. Siap ditolak

Mental yang juga perlu kita siapkan ketika terjun menjadi seorang penulis adalah ... Siap Ditolak. Ditolak juri lomba, ditolak penerbit, ditolak tolak lainnya. Ingat JK Rowling penulis best seller novel Harry Potter? Bukankah ia ditolak belasan penerbit sebelum akhirnya bukunya mendunia?

5. Just be yourself. Jadilah diri sendiri

Hal yang termasuk unsur paling penting bagi seorang penulis adalah menjadi diri sendiri. Tiap orang memiliki keunikan tersendiri. Paling mudah untuk menjadi unik adalah ... Tulis sesuai dengan apa yang kita sukai dan kuasai.

Pada sesi pertanyaan antusias peserta WAG sangat bagus. Ada 11 pertanyaan yang muncul sehingga untuk sesi kedua kegiatan ini diundur di waktu tersendiri. Berikut pertanyaan yang muncul pada sesi question and answer, sesi tanya jawab:

Pertanyaan ke-1 (Dian-Malang) : Mengatasai writer's block pada usia 11-15 tahun.

Untuk bisa mengatasi Writer's Block (WB), kita harus kenali dulu penyebabnya. Jika WB karena stress karena banyak tuntutan/tugas misalnya, kita bisa beri jeda untuk anak-anak agar merefresh otak dan hati terlebih dahulu. Ajak jalan-jalan, malihat foto atau video (bisa yang masih berhubungan dengan tema yang akan ditulis). 

Kalau WB karena takut penilaian orang lain, maka beri motivasi pada anak. Setidaknya tunjukkan sikap bahwa kita mengapresiasi karya mereka.

Pertanyaan ke-2 (Widya-Arema) : Tidak siap menerima kritik tulisan, takut sakit hati.

Menurut saya bukan tak siap. Tapi belum siap. Tentu boleh saja menulis untuk diri sendiri. Dibagikan ke teman-teman sekitar juga sudah bagus. Nah tinggal ditingkatkan semangatnya secara perlahan. Meminjam istilah Omjay, Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi.

Teruslah menulis, mulai berbagi. Karena bisa jadi apa yang kita anggap sepele justru sangat bermanfaat bagi orang lain.

Pertanyaan ke-3 (Sosialina-Kepri) : Menyelesaikan tulisan yang timbul tenggelam sepertibuah kelapa di lautan

 Hehehe baca kelapa yang mengapung jadi ingat Kelapa Maladewa yang justru sebaliknya.

Agar ide tidak hilang, yuk tulis garis besarnya. Kalau di pelajaran bahasa Indonesia ibaratnya bikin kerangka tulisan dulu. Boleh ditulis poin-poin penting terkait ide. Lebih bagus kalau sudah seperti daftar isi. Dengan adanya kerangka, insya Allah bisa lebih mudah menyelesaikan tulisan, Bun.

Pertanyaan ke-4 (Sita-Malang) : Menulis harus suka membaca? Fokus pada satu karya tulisan

1. Sebuah teko hanya bisa mengucurkan air bila berisi air kan ya? Begitu pula kaitan antara menulis dan membaca. Akan semakin mudah bagi penulis untuk menulis, ketika ia rajin membaca. Membaca bisa menambah kosakata. Menambah wawasan. Bisa mengetahui gaya tulisan. Dsb. Membaca tak terbatas pada membaca buku saja. Membaca blog, koran, majalah, bahkan membaca "lingkungan" pun bisa jadi bahan inspirasi kita untuk menulis. 

Jika kita bertanya pada penulis hebat, yakinlah kita akan temukan bahwa mereka (para penulis hebat) adalah para pembaca ulung.

2. Tentu boleh Bu. Fokus dan jadilah ahli di bidangnya

Pertanyaan ke-5 (Esti Fitri Apriyani-Demak) : Bagaimana menulis dengan lancar

Saran saya, cobalah menulis bebas. Tulis saja apa yang ada di pikiran. Tak perlu khawatir salah ejaan, salah tanda baca, kalimat nggak nyambung dsb. Nulis saja terus sampai akhir. Benar-benar tumpahkan apa yang ada di pikiran.

Jika sudah, baru baca kembali. Masuk tahap berikutnya : editing.

Pertanyaan ke-6 (Sapuan -Lombok Timur) : Mengatasi rasa bosan dan ide mandek ketika menulis

Bosan adalah salah satu penyebab kita terserang Writer's Block. Bosan bisa jadi pertanda juga bahwa otak kita sedang lelah. Jadi, kalau saya sedang bosan sih ya rehat dulu sejenak. Lakukan hal-hal yang kita sukai. Membaca novel, menonton film, jalan-jalan, kuliner. Bisa jadi kan saat jalan-jalan kita justru dapat inspirasi baru. Menulis lagi deh akhirnya 🤗

Berikut contoh link menulis bebas yang dilakukan oleh bu Ditta.

https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/10/melewati-titik-jenuh-life-is-like.html

https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/07/saat-mulut-bekerja-lebih-cepat-daripada.html

Pertanyaan ke-7 (Tarmiyati-Gunung Kidul) : Bagaimana trik menjaga konsistensi menulis di tengah kesibukan.

Kalau yang saya lakukan, bawa catatan Bun. Jadi, meski sibuk, ketika ada ide menulis, bisa langsung saya catat. Saat ini mencatat bisa lebih mudah. Sering saya catat langsung di blog. Menjadi draft. Nanti ketika sudah luang, baru dilanjut menulis.

Bunda juga bisa coba dengan voice note. Ketika sedang lelah menulis, rekam saja dulu ide ide yang bunda punya. Dengan aplikasi khusus, kita bisa mengubah pesan suara menjadi teks. Jadi lebih mudah deh menulisnya 😊

Pertanyaan ke-8 (Zulikhatun Khasanah dr Wonosobo) : Bagimana kita membangun percaya diri

Rumput tetangga selalu tampak lebih hijau ya, Bun? Tapi, kalau terus sibuk memerhatikan rumput tetangga, kapan dong kita rawat rumput sendiri? Yang ada, kalau terus sibuk memerhatikan punya orang, apa yang kita miliki malah tak akan tumbuh dengan baik.

Bunda pasti punya teman dekat bukan? Nah, coba deh share tulisan bunda ke orang-orang terdekat dulu. Atau ke orang-orang yang punya passion sama. Misalnya dalam kelas menulis.

Hal tersebut bisa memupuk basic dari rasa percaya diri kita. Yakin bahwa tulisan kita akan bermanfaat paling tidak untuk orang-orang yang kita sayangi. Asalkan rajin menulis dan semangat belajar, insya Allah lama lama tulisan kita pun akan enak dibaca.

Pertanyaan 9 (Dyah- Malang) : Bagaimana menang karya tulis dan memilih tulisan menghindari ranah pribadi

1. Triknya, pahami betul kriteria lomba. Setiap panitia dan juri pasti punya kriteria khusus. Misal dilihat dari keaslian, kebaruan, dsb. Nah ikuti saja sesuai kriteria lomba.

Selanjutnya saat membuat KTI, saya selalu membuat pertanyaan terkait apa yang saya tulis. Terus membuat pertanyaan sampai detail. Jika masih bisa dibuat pertanyaan, artinya masih ada bahan untuk ditulis atau direvisi.

2. Jika ingin menulis tanpa menyentuh ranah pribadi, berarti harus menulis tema umum ya. Hehe ... atau boleh tuh dibuat faksi

Pertanyaan ke-10 (Agung Pramono-Tangerang Selatan): menghentikan kebiasaan tidak meneruskan menulis, tips supaya percaya diri dengan buku kita dan pengaturan waktu pada banyak kegiatan selain menulis.

1. Kalau dari para guru saya, menulislah minimal 40 hari tanpa putus. Akan lebih kuat untuk menulis setiap hari nantinya.

2. Coba coba sesekali share di grup, di medsos, dll. Siapa tahu akan menemukan takdirnya.. Mulai dg orang terdekat, sahabat, kerabat, dsb. Insya Allah meluas.

3. Manajemen waktu. Buat skala prioritas. Bisa juga pasang schedule board untuk lebih memudahkan kita mencapai target

Pertanyaan 11 (Suyati, Purbalingga): Menghadapi kritik dan meningkatkan bobot tulisan

Mahatma Gandhi pernah berkata, "Tak ada yang bisa menyakiti diri kita selain kita sendiri."

Jadi, apakah sebuah kritikan bisa membuat down atau justru pemicu semangat tergantung pada orang yang mendapat kritikan. Seberapa cepat ia mampu untuk memilih bangkit kembali dari keterpurukan akibat sebuah kritikan.

Tapi beberapa tips ini semoga bisa membantu : Saat mendapat kritik, tenangkan diri (bisa dengan wudhu misalnya bagi yang muslim, berjalan-jalan, dsb). Yakinlah bahwa pelaut ulung selalu bersahabat dengan ombak besar. Pikirkan kembali apa isi kritikan tersebut. Evaluasi diri apakah kita memang harus berbenah atau kritikan tersebut hanya karena tidak suka? Mari bijak memilih man…

 Agar lebih berkualitas dan berbobot banyak caranya

Ikut lomba misal. Atau ikut antologi.Dimana naskah kita bisa mendapat masukan.

Atau jika tulisan ilmiah, tentu saja perkuat data.Perbanyak referensi. Insya Allah akan semakin berkualitas dan berbobot.

Dua kutipan yang bagus dan menjadi inspirasi saya dari pemateri adalah:

"Ketika kita sungguh-sungguh telah berusaha, maka apa pun hasilnya insya Allah tak kan membuat kita kecewa" 

"Tularkan kesuksesan kita. Itu yang selalu saya jadikan PR." 

Terima kasih Bu Ditta atas motivasi dan inspirasi menulisnya. Salam literasi.

6 comments:

  1. Apapun kritik dari pembaca hrus kita terima dengan lapang jadikan sebagai suatu hal yang bisa buat kita lebih baik. Semangat....

    ReplyDelete
  2. Betul Bu, menyikapi hal dengan positif saja. Lebih baik hasilnya.

    ReplyDelete
  3. Hambatan terbesar datangnya dari dalam diri sendiri. Karena sejatinya kita tidak sedang berkomeptisi dengan orang lain melainkan diri snediri

    ReplyDelete
  4. Terimakasih ilmunya Bu...
    Sehat selalu... Ayooo runtuhkan writing block... BISA!

    ReplyDelete
  5. Takut dianggap remeh atau sepele ni juga termasuk yang sering membuat batal menulis. Hehe..padahal, kuncinya pede aja ya Bu

    ReplyDelete

General Vocabulary Quiz: Uji Kemampuan Kosakatamu!

Pada beberapa waktu sebelumnya kalian sudah belajar tentang kosakata umum (general vocabulary). Kalian bisa lihat di sini daftar kosakata um...