Mendapat undangan parenting secara luring dengan tema "Pengaruh Emosi Orang tua Terhadap Pola Belajar Anak" Jumat, 26 Februari 2021, menjadi tersenyum sendiri. Wah pasti tidak jauh dari proses pendampingan pembelajaran dari rumah yang dilaksanakan selama ini. Terbayang bagaimana saya menghadapi tantangan untuk mengelola emosi selama mendampingi belajar anak di rumah.
Mood anak yang tidak selalu stabil, kelelahan pulang dari beraktivitas di sekolah, dan beragam kegiatan lain yang cukup menyita waktu sangat mempengaruhi pola pembelajaran dan pendampingan anak yang belajar di rumah. Meskipun terbiasa mengajar siswa di sekolah, ternyata situasinya berbeda ketika menghadapi anak belajar dan menjadi guru untuk anak kita sendiri.
Parenting pada kesempatan ini disampaikan oleh beliau Ibu Uswatun Hasanah, S.Pd.I. Beliau rela melepas berbagai kegiatan di luar rumah untuk fokus pada kegiatan di rumah dan mendidik putra-putri beliau. Berbagai jabatan yang dise matkan kepada beliau, dilepaskan ketika melihat dan merasakan ketidakmaksimalan dalam menduakan kegiatan luar dengan kegiatan di rumah sebagai ibu rumah tangga.
Mengawali uraian beliau, beliau menekankan tentang niat mendidik anak. Pada saat sekarang,sebagai orang tua harus memastikan anak memiliki kecerdasan religi melebihi kecerdasan akademik. Mengapa demikian? Karena hanya anak-anak yang sholeh/sholeha yang akan berbakti di saat kita membutuhkan anak. Hanya anak-anak sholeh dan sholeha lah yang akan mendoakan kita dari dunia hingga akherat kelak.
A. Siapakah Anak Kita?
Sering kita mendengar anak-anak adalah bukan orang dewasa berbentuk mini. Mereka mempunyai kemampuan dan potensi masing-msing yang tentu saja juga dipengaruhi dari orang tuanya. Dalam agama Islam anak adalah sebuah amanah. Yang satu saa t ananti pasti akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS ath-Thur: 21)
Bahwa setiap orang tua pasti mempunyai harapan ideal kepada putra-putri mereka. Harapan mendidik anak menjadi sempurna, cerdas komprehensif, cerdas secara akal, sholih berakhlak mulia dan hafal Al Quran.
Harapan idealis itu tentunya tidaklah salah dan wajar saja muncul pada setiap orang tua. Namun sayangnya menurut Ibu dengan 2 orang putra-putri ini kurang diimbangi dengan kesiapan orang tua untuk menjadi orang tua seutuhnya. Di antaranya adalah penguasaan ilmu parenting yang masih minim, modeling orang tua dan pola asuh yang kurang tepat.
Inilah yang menjadi sebab anak-anak kita nanti tidak sesuai dengan visi misi yang diharapkan oleh orang tua. Padahal pengaruh lingkungan dan keluarga mencapai 80 persen dalam kehidupan anak sementara sekolah hanya memberikan kontribusi 20 persen.
B. Pola Asuh Orang tua dalam Kehidupan Anak
Menurut Ibu Uswatun Hasanah ada tiga pola asuh orang tua terhadap perilaku anak:
1. Pola asuh otoriter : pola asuh yang bercirikan orang tua memaksakan anak untuk selalu memenuhi apa yang selalu orang tua harapkan dan inginkan. Misalnya, anak harus mendapat juara atau prestasi yang membanggakan orang tua.
Apa akibat dari pola suh otoriter ini? Ada beberapa akibat yaitu:
a. anak memiliki kecendrungan untuk mengungkapkan agresifitasnya dalam bentuk tindakan merugikan
b. menghasilkan anak yang penakut.
c. anak kurang beranggungjawab.
2. Pola asuh permisif : Yaitu pola suh yang bercirikan pengasuhan orang tua memberikan kebebasan pada anaknya sebanyak mungkin untuk mengatur dirinya. Dalam bahasa Jawa kita kenal dengan jor-joran.
Akibat pengasuhan pola permisif antara lain:
- anak akan agresif dan tidak patuh pada orang tua
- anak bersikap sok berkuasa
- anak kurang mampu mengontrol dirinya.
3. Pola asuh demokratis yaitu Pola pengasuhan yang memprioritaskan anaak namun orang tua masih mengendalikan dan mengontrol anak.
Akibat dari pola pengasuhan demokratis adalah :
- dapat menghasilkan anak yang mandiri
- anak dapat mengontrol dirinya
- anak bersikap kooperatif
- anak mampu menghadapi segala sesuatu ,
- anak memilii minat pada hal yang baru
Pola asuh sangat berpengaruh dan berdampak pada anak dari kecil hingga dewasa. Dari tiga pola pengasuhan tersebut yang paling baik adalah pola asuh demokratis tetapi sebaiknya orang tua mengkombinasikan dari 3 pola asuh tersebbut sesuai kondisi. Misalnya ketika anak melanggar perintah Allah atau melakukan kesalahan yang prinsip maka gunakan pola asuh otoriter tetapi orang tua memberi alsan yang bisa diterima anak mengapa orang tua melakukan hal tersebut.
Kita tentu ingin terhindar dari pola asuh yang tidak baik ya Ayah Bunda? Lalu, sebenarnya apa sih ciri-ciri pola asuh yang tidak baik? Berikut saya kutipkan dari uraian parenting hari ini. Ciri-ciri pola asuh yang tidak baik adalah:
1. Tidak bisa memberikan kasih sayang dan rasa aman pada anak.
2. Melarang mengungkapkan emosi negatif.
3. Ucapan orang tua harus diikuti.
4. Beban bahagia orang tua terhadap anak.
5. Membandingkan anak.
C. Pengaruh Emosi negatif Orant Tua terhadap Belajar Anak
Ketika emosi negatif orang tua diungkapkan pada anak dengan kemarahan, membentak, memaki dan seterusnya maka dampak yang ditimbulkan antara lain:
1. Dampak secara fisik : akan mempengaruhi cara kerja otak
Ketika ketakutan dimarahi maka akan keluar hormon kortisol. Apa itu hormon kortisol Ayah Bunda? Hormon kortisol adalh jeis hormon yang kerjanya adalah memutus sel-sel neuron. Berbahayalah. Sangat berbahaya. Karena neuron anak jumlahnya bermilyaran dan akan tumbuh ketika belajar. Ketika hormon kortisol keluar maka sel-sel tersebut mempercepat kematian sel-sel otak.
Jadi ketika orang tua marah sebenarnya sedang memunculkan hormon-hormon tersebut pada anak. Akibatnya anak akan susah konsentrasi. Karena sel-sel yang digunakan untuk belajar semakin sedikit, mati karena keluarnya hormon kortisol, yang disebabkan oleh ungkapan negatif orang tua.
2. Dampak secara psikis : Akan menciptakan anak-anak yang peragu, penakut atau jika anak beda tipe akan menjadi anak yang agresif, pembangkang dan pembohong. Anak selalu ragu-ragu, takut tidak diterima teman dan kurang percaya diri.
D. Solusi Mengatasinya
Tentu kita menyesal bahwa ternyata hal-hal negatif yang kita lakukan sangat berpengaruh pada anak kita. Apabila sudah terlanjur kita melakukan perilaku-perilaku emosi negatif pada anak, apa yang harus kita lakukan Ayah Bunda? Ada beberapa langkah yang diungkapkan oleh Ibu Uswatun untuk mengatasi hal tersebut, meskipun tidak dapat mengembalikan ke dalam kondisi 100%.
1. Hendaknya orang tua banyak ngobrol, sentuh secara fisik dan jelaskan pada anak alasan marah serta sampaikan meskipun marah Ayah Bunda tetap sayang dan selalu peduli.
2. Jika marah sebaiknya fokus pada satu kesalahan anak saat itu. Jangan mengungkit berbagai kesalahan anak yang lain di waktu yang berbeda. Dan berikan hukuman sesuai kesalahannya dan sesuai umurnya.
3. Orang tua tetap tegas dalam mendisiplinkan anak. Ada aturan jels di keluarga kalau tidak melanggar aturan maka orang tua tidak akan marah.
Untuk mengelola emosi ada yang perlu dilkukan ayah dan Bunda, di angtaranya:
a. Orang tua harus belajar "bermain drama". Jangan tampakkan kemarahan dan kelelahan saat di depan anak. Istirahatkan dulu fisik dan mental ayah bunda setelah beraktivitas.
b. Berdiskusi dengan anggota keluarga inti lainnya untuk berbagi peran dalam pengasuhan anak.
c. Manfaatkan quality time anatar orang tua dengan anak dengan membuat kenangan-kenangan yang tak terlupakan. Bagaimana caranya? Tuliskan kenangan-kenangan itu dalam sebuah tulisan. Berikan pada anak di saat tertentu. Itu akan sangat membekas di pikiran dan hati anak. Dan menjadi cara jitu untuk menyadarkan anak.