Apa sih makna rumah bagi Anda? Sebagai tempat berteduh? Sebagai tempat berlindung atau malah sebagai status bahwa sudah membentuk keluarga yang baru?
Dulu saya membayangkan sebuah rumah impian. Rumah kecil sederhana tapi terletak di sebuah lahan yang luas. Dekat persawahan. Membayangkan anak-anak akan tumbuh dan bermain di alam. Jauh dari hiruk-pikuk jalan yang bising dan membahayakan bagi mereka.
Selain itu kita bisa bercocok tanam di sekitar rumah. Dapat memasak dan mengolahnya sesuai dengan kebutuhan. Termasuk menyediakan toga (tanaman obat keluarga). Semua kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi dari sana.
Namun semuanya berbeda ketika membentuk keluarga. Ternyata kita lebih membutuhkan rumah yang berada di pinggir jalan untuk memudahkan gerak. Tentu rumah di pinggir jalan dengan di area persawahan akan sangat berbeda. Tidak ada area luas untuk bermain anak. Karena ssatu rumah dengan rumah yang lain berhimpitan. Jikalau ada ruang biasanya berupa gang sempit untuk jalan sepeda motor atau kendaraan roda dua lainnya.
Apakah dengan keadaan tersebut rumahku surgaku tidak dapat terbentuk? Rumahku surgaku tentu dambaan bagi setiap keluarga yang terbentuk. Tetapi rumahku surgaku tidak hanya tentang bangunan fisik. Teringat sebuah kisah pada Abu Nawas di mana seorang sahabat mengeluhkan tentang rumahnya yang sempit. Kisah selengkapnya dapat Anda baca di sini.
Lalu apakah sebenarnya baiti jannati atau rumahku surgaku itu? Apakah ia hanya sekedar rumah yang megah dan lengkap fasilitas atau rumah sederhana dengan ruang terbuka yang luas? Apakah tentang fisik rumah atau lebih pada rasa. Baiti jannati adalah suasana tentram, nyaman dan damai pada saat tinggal di dalamnya. Rumah adalah tempat yang paling nyaman untuk melepaskan lelah. Ia tempat bagi kita untuk berkumpul dengan anggota keluarga kita.
Tentu bukan hal yang otomatis terbentuk baiti jannati. Ia terbentuk mulai dari awal membentuk keluarga. Ada beberapa sifat yang harus ditunjukkan untuk membentuk suasana surga dalam rumah kita. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah:
1. Orang yang hayyin, yakni orang yang memiliki sifat yang tenang, tidak mudah marah dan selalu mempertimbangkan banyak hal sebelum mengambil keputusan. Ia tidak suka memaki dan mengungkap keburukan pasangannya sehingga menimbulkan rasa tenang.
2. Orang yang layyin, yakni orang yang baik dalam bertutur kata dan sopan santun dan lembut terhadap orang lain.
3. Orang yang qorib, yakni orang yang ramah saat diajak bicara dan menyenangkan orang yang diajak bicara. Ia supel, ramah dan mudah bergaul.
4. Orang yang sahl, yakni orang yang tidak suka berbelit-belit dan mempersulit sesuatu.
Jika demikian maka sebenarnya rumahku surgaku lebih mengarah kepada perasaan daripada kepada bentuk fisik rumah itu sendiri. Pondasi awal adalah iman yang kokoh pada saat pembentukan awal keluarga. Ini akan mempegaruhi apa yang akan dikerjakan di dalam rumah tangga termsuk di dalam rumah.
Rasa syukur dan sabar dalam proses berumah tangga menjadi kunci untuk dapat menciptakan rumahku surgaku. Kerjasama dan pembagian tugas sesuai dengan porsi dan fungsi masing-masing akan menguatkan pondasi baiti jannati. Demikian semoga keluarga kita semua dapat membentuk baiti jannati, rumahku surgaku sehingga dapat menciptakan generasi-generasi robbani. Aamiin. Salam literasi.
Sabar dan syukur.. membuat kita bahagia. Aamiin
ReplyDeleteYa kunci yang menjadi penguat proses termasuk di dalam pembentukan rumahku istanaku.
DeleteSetuju sekali, baiti jannati adalah soal perasaan dan bukan tergantung kpd tampilan fisik rumah..
ReplyDeleteTerima kasih Ambu. Semoga nyaman selalu di istana kita masing-masing.
DeleteSeperti mendapatkan tausiah. Makasih bunda ilmunya 🙏
ReplyDeleteSama-sama, sebagai pengingat diri sendiri juga. Semoga bermanfaat.
DeleteBelajar banyak dari tulisan Ibu Suyati.
ReplyDeleteTerimakasih sudah berbagi
Alhamdulillah, sama-sama belajar Pak Indra. Semoga bermanfaat.
DeleteMau bagaimanapun kondisi rumah, tetaplah suasana yang nyaman dan damai dari para penghuninya, itu yang lebih utama. Mantap!
ReplyDeleteSetuju banget Pak Rizky.
Delete