Monday 28 August 2023

Mengelola Emosi Orang Tua dalam Proses Pengasuhan

 Materi disampaikan oleh Ibu Rini (Dosen Psikologi UMP)

Emosi adalah perasaan yang kita miliki ketika berada  dalam situasi tertentu atau ketika berhubungan  dengan seseorang yang dianggap penting.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Emosi

Secara garis besar emosi dipengaruhi oleh dua hal, yaitu:

1. Faktor dari dalam diri (kondisi fisik,  temperamen, sistem saraf, dan struktur otak)

2. Faktor dari luar diri (misalnya pola asuh, kebudayaan, aturan dari keluarga tentang kapan, dimana dan bagaimana emosi harus diungkapkan)

Kedua faktor ini saling memengaruhi. Misalnya ketika orang tua menenangkan anak  yang menangis, sebetulnya orang tua sedang membantu anak menurunkan kadar  hormon  stres mereka.

Pengertian pengelolaan emosi

Pengelolaan emosi adalah  kemampuan seseorang mengatur  perasaannya sehingga bisa  merespon tuntutan lingkungan  dengan tepat.

Perkembangan emosi anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana orang tua memperlakukan  anaknya. Orangtua yang mampu mengelola emosi dirinya sendiri dan membantu anak dalam  mengelola emosinya akan menghasilkan anak yang:
Memiliki kemampuan  berteman yang baik

Lebih mampu  mengelola emosi  negatif dengan  tepat.

Memiliki kemampuan  konsentrasi yang baik

Memiliki  permasalahan  perilaku yang  lebih sedikit.

4 tipe orang tua dalam merespons emosi anak (Dr. Gottman):

1. The Dismissing Parent

       Memperlakukan perasaan anak sebagai hal yang tidak penting atau sepele dan mengabaikan perasaan anak.

       Ingin emosi negatif anak menghilang dengan cepat.

       Melihat emosi anak sebagai tuntutan untuk memperbaiki sesuatu.

       Meremehkan peristiwa yang menyebabkan emosi tersebut.

       Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Sudah, nggak apa. Itu hal biasa, kok. Nanti juga baik lagi.”

Pengaruhnya pada anak: Mereka akan belajar bahwa perasaan mereka salah, tidak pantas, dan tidak valid. Bahkan mereka juga belajar bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri mereka karena perasaan mereka sehingga kelak mereka selalu kesulitan mengatur emosi mereka sendiri.

2. The Disapproving Parent

       Selalu mengkritik ekspresi emosional anak dan percaya bahwa emosi negatif perlu dikendalikan.

       Percaya bahwa emosi membuat orang lemah dan meyakinkan anak-anak harus kuat secara emosional untuk bertahan hidup.

       Menekankan bahwa anak harus sesuai dengan standar perilaku yang dianggap baik oleh orang tua.

       Percaya bahwa emosi negatif tidak produktif, buang-buang waktu.

       Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Jangan nangis, dong! Masa gitu aja nangis? Itu bukan masalah besar.”

 Pengaruhnya pada anak: Sama dengan anak-anak dengan The Dismissing Parent.

3. Laissez-Faire Parent

       Menerima semua ekspresi emosional dari anak dengan bebas.

       Menawarkan sedikit panduan tentang perilaku.

       Tidak menetapkan batasan bagi anak.

       Percaya bahwa satu-satunya cara yang dapat dilakukan dengan emosi negatif adalah dengan melepaskannya .

       Tidak membantu anak memecahkan masalah.

       Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Nggak apa, lanjutkan aja nangisnya.”

Pengaruhnya pada anak: Mereka tidak belajar mengatur emosi mereka. Ini menyebabkan mereka juga sulit bergaul dengan anak-anak lain dan menjalin persahabatan.

4. Emotion Coaching Parent

       Sadar dan menghargai emosinya sendiri.

       Menggunakan momen emosional sebagai waktu untuk mendengarkan anak, berempati dengan kata-kata dan kasih sayang yang menenangkan, membantu anak melabeli emosi yang dia rasakan, menawarkan bimbingan untuk mengatur emosi, menetapkan batasan dan mengajarkan ekspresi emosi yang dapat diterima, serta mengajarkan keterampilan memecahkan masalah.

       Orang tua dengan tipe ini sering mengatakan, “Kelihatannya kamu sangat sedih? Cerita, dong, sama Mama.”

 Pengaruhnya pada anak: Mereka belajar memercayai perasaan mereka, mengatur emosi mereka sendiri, dan memecahkan masalah. Mereka memiliki harga diri yang tinggi, belajar dengan baik, dan bergaul dengan orang lain dengan baik.

Cara Mengelola Emosi Orang tua dalam pengasuhan

1. Mengenali emosi yang muncul dan penyebabnya.  Semakin kita jujur pada diri sendiri, maka semakin  mudah kita mengenali emosi kita dan penyebabnya.

2. Ubah pikiran-pikiran negatif dengan pikiran positif.  Misalnya ketika kita berpikir bahwa ‘kita TIDAK PERNAH  BISA jadi orang tua yang baik’, gantilah menjadi ‘kita  SEDANG BERUSAHA MENJADI orang tua YANG BAIK.’

3. Jangan takut menyampaikan pikiran kita ke orang lain.  Misalnya daripada menunggu orang lain untuk membantu  kita membereskan piring setelah makan, lebih baik kita  bilang, “Sekarang ibu sedang marah karena tidak ada  yang membantu membereskan piring. Kita sudah punya  perjanjian, setiap orang wajib membereskan piring  masing-masing setelah makan.”

4. Ketika kita merasa ragu, sebaiknya menjauh sebentar.  Ketika kita sedang merasakan emosi negatif dan tidak yakin  bisa mengendalikannya, lebih baik kita menjauh sebentar  dari orang lain sampai merasa cukup tenang.

5. Latihlah kemampuan mengelola emosi kita setiap hari.  Ada lima teknik yang bisa digunakan untuk mengelola  emosi negatif kita, yaitu: menarik nafas dalam-dalam,  berpikir positif, olahraga, yoga, dan membayangkan  sesuatu yang positif.

6. Minta bantuan para ahli

Jangan sungkan meminta bantuan para ahli seperti  psikolog atau konselor jika emosi negatif kita terasa  sangat mengganggu

Hal-hal yang perlu dihindari dalam pengasuhan anak

Hindari kata-kata yang memancing amarah, menghina, atau  mengejek.

Melakukan kekerasan fisik yang membahayakan keselamatan orang lain.

Apa yang harus dilakukan agar orang tua tetap tenang ketika anak sedang marah:

1. Akui dan terima emosi kita sendiri. Simpan energi untuk  mencari solusi

Akui dan terima emosi kita sendiri ketika kita menghadapi kemarahan anak. Ketika  menghadapi kemarahan anak, tentu kita merasakan emosi tertentu. Apapun itu,  terima dulu emosi yang Ayah-Bunda rasakan agar energinya tidak habis untuk  melawan emosi kita sendiri. Tapi energi tersebut bisa kita gunakan untuk mencari  solusi yang efektif.

2. Hadapi  dengan tenang dan  tepat.

Ingatlah bahwa kondisi ini bukan kondisi  ‘darurat’ dan mengancam kita selama kita  bisa menghadapinya dengan tenang dan  tepat.

3. Arahkan anak  untuk  mengekspresikan emosi dengan  cara yang tepat

Ingatlah bahwa belajar mengungkapkan  emosi adalah sesuatu yang baik. Ketika  anak marah dan mengamuk, sebetulnya  anak sedang belajar mengungkapkan  emosinya. Hanya saja caranya belum tepat. Untuk itu, orang tua perlu  mengarahkan agar anak bisa meng-  ekspresikannya dengan cara yang tepat.

4. Tidak perlu merasa tertekan. Ketika anak sedang marah, kita hanya  perlu ‘hadir’ secara fisik dan emosional di hadapan anak.

5. Tarik nafas panjang

6. Sederhanakan pikiran dan perilaku kita. Dengarkan  dan tenangkan anak.

7. Cari cara untuk memroses perasaan  kita. Orang  tua juga memerlukan tempat untuk mengeluarkan  emosinya sehingga bisa merasa lega.

Ketika kita sedang mendidik anak,  sebetulnya kita sedang mendidik  diri kita sendiri (Makham, 2012)
























No comments:

Post a Comment

Bahagia itu Sederhana : Turunkan Ekspektasi

Merasakan kenikmatan dan kebahagiaan tidaklah selalu harus mewah. Demikian juga ketika liburan. Saya mengeluhkan tidak dapat menikmati karen...