Perubahan sistem pembelajaran dari sistem tatap muka (TTM)
menjadi sistem online memang mengubah banyak hal. Salah satunya adalah teknik
dan metode guru dalam menyampaikan materi yang harus dikuasai dan dipahami oleh
peserta didik. Teknik dan metode ini tentu saja menuntut guru untuk belajar
lebih banyak tentang hal-hal baru yan terkait dengan teknologi. Kegagapan dan
keterkejutan yang mendadak ini memang betul-betul menuntut guru harus berubah. Alih-alih
mengeluhkan keadaan pandemi covid 19 lebih baik digunakan untuk mencari
sumber-sumber ilmu yang terkait pembelajaran online/daring.
Ada banyak hal baru yang kemudian segera dipelajari guru di
antaranya adalah penggunaan google classroom, google drive, google meet, google
form dan google site secara cepat diajarkan kepada guru-guru untuk mengantisipasi
perubahan pola pembelajaran tersebut. Sebagian guru-guru juga mengikuti webinar
dan diklat jarak jauh untuk mendapatkan pengetahuan dan praktek aplikasi
tersebut pada pembelajaran daring.Namun
demikian ketika memutuskan metode atau media apa yang akan digunakan, kondisi
peserta didiklah yang menjadi pertimbangan utama. Karena apapun media yang akan
digunakan untuk penyampaian materi jika peserta didik tidak dapat.mengikutinya,maka
akan menjadi percuma dan sia-sia. Alasan utamayang sering dikeluhkan adalah
keterbatasan akses internet, terutama keterbatasan sinyal dan terbatasnya penghasilan
untuk membeli HP dan kuota. Mengingat dan menimbang hal tersebut maka guru dan
sekolah harus menentukan media apa yang paling bisa digunakan dan terjangkau
untuk proses belajar peserta didik mereka.
Idealisme penggunaan berbagai aplikasi kadang di lapangan
tidak bisa dilaksanakan. Misalnya penggunaan google classroom. Banyak siswa
mengeluhkan tidak dapat masuk ke dalam kelas karena keterbatasan pengetahuan dan
sosialisasi cara penggunaanya. Sehingga waktu pembelajaran daring yang memang
sudah dikurangi menjadi hilang untuk proses menjelaskan cara dan detail masuknya.
Mengingat berbagai keluhan dari wali peserta didik dan peserta didik sendiri maka
hal yang paling sederhana digunakan adalah penggunaan WA sebagai media
pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan PJJ/daring. Hal tersebutlah yang
sekarang dilaksanakan di madrasah di mana saya mengajar sekarang. Karena menurut
kami itu media yang paling efektif dan sesuai di lingkungan peserta didik kami.
Penggunaan media WA sebagai media pembelajaran bukannya
tanpa kendala. Tetapi ini bisa meminimalisir dari keluhan peserta didik terhadap
proses pembelajaran. Hanya keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran
memang menjadi sulit untuk dikontrol dan dipantau. Sebagian peserta didik aktif
di awal pembelajaran tetapi di tengah pembelajaran sampai akhir mereka tidak
mengikuti meskipun HP mereka dalam kondisi on. Inilah yang dikeluhkan guru
yang mengajar terutama ketika peserta didik diminta untuk mengumpulkan tugas. Hanya
beberapa yang menyetorkan tugas. Faktor kejenuhan tentu saja mempengaruhi
karena sudah hampir 8 bulan kegiatan PJJ berlangsung. Itu bukanlah hal yang mudah
baik bagi guru maupun peserta didik. Sehingga tingkat keterlibatan peserta
didik dalam pembelajaran juga menurun.
Tetapi di tengah kejenuhan dan kerinduan untuk segera
menikmati bangku sekolah membuat motivasi anak-anakpun menurun. Satu hal yang
harus disentuh adalah perasaan mereka. Kegiatan daring jika tidak disikapi
dengan benar bisa menyebabkan peserta didik merasa sendirian. Hal ini terlihat
sepele dan kecil. Hal inilah yang perlu diluruskan. Kita sebagai guru meyakinkan
mereka bahwa meskipun tidak tatap muka secara langsung dengan guru, mereka
dapat berkomunikasi secara bebas dan terbuka kepada guru mereka. Hal yang dilakukan
untuk memotivasi peserta didik agar tetap terlibat dan semangat terus dalam kegiatan
pembelajaran daring yang dilakukan antara lain adalah memberikan respon
dan masukan terhadap pekerjaan dan hasil tugas mereka yang mereka kirim lewat WA.
Adanya emoji dalam aplikasi WA dapat dimanfaatkan guru untuk
mengungkapkan apresiasinya terhadap apa yang sudah dilakukan oleh peserta
didik. Peserta didik juga dapat memberikan emoji untuk mengevaluasi kegiatan
pembelajaran yang berlangsung misalnya ketika pembelajaran usai, guru dapat menanyakan
respon peserta didik terhadap materi yang baru saja disampaikan. Peserta didik dapat
menjawab dengan senyum (😊), sedih (😟) dan bingung(😕. Guru dapat menentukan dulu emoji
apa saja yang digunakan beserta makna emoji tersebut. Masing-masing peserta
didik bebas memilih emoji yang sudah ditentukan untuk merespon materi tersebut.
Ini juga bisa menjadi masukan untuk guru jika ternyata banyak siswa yang bosan atau
sedih dan seterusnya. Bisa ditanyakan lebih lanjut secara japri.
Berdasarkan pengalaman saya menggunakan fasilitas emoji
ini untuk merespon tugas yang disetorkan berdampak positif. Beberapa siswa yang
mendapatkan respon ucapan “Thank you, Excellent/Good job/ Welldone /Great
dengan disertai emoji senyum, terima kasih atau acungan jempol, mereka akan
merespon balik dengan senyum pula. Kadang dengan malu-malu juga mereka merespon
dalam bahasa Inggris. Tentu saja akan semakin kuat responnya ketika kita selalu
menyebut nama mereka ketika kita mengapresiasi apa yang mereka
setorkan/lakukan. Meski respon yang kita berikan sangat sederhana ternyata
berefek sangat positif. Pada pertemuan berikutnya mereka akan lebih cepat mengirimkan
tugas yang diberikan dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Selain
itu juga mereka akan lebih terbuka untuk curhat dan welcome ketika ada
masalah yang mereka temui pada saat pembelajaran. Peserta didik biasanya akan
lebih senang japri jika menemukan masalah dalam pengerjaan tugas atau pemahaman
dari materi yang disampaikan. Ini mengeratkan hubungan antara guru mata
pelajaran dengan peserta didik. Sehingga peserta didik tidak merasa sendirian
dan guru juga dapat mencapai tujuan dan mendapatkan respon yang cepat dari
mereka dalam proses pembelajaran daring.
Kesimpulannya jangan terlalu fokus dengan teknologi dalam
proses pembelajaran tetapi lupa menyentuh hati peserta didik. Tapi manfaatkan
teknologi sesederhana apa pun untuk kepentingan peserta didik. Ketika peserta
didik sudah merasa diperhatikan dan dicintai maka mereka akan merespon balik dengan
positif. Sesederhana apa pun media yang digunakan jika peserta didik direspon
dengan hati mereka akan bereaksi positif. Penggunaan emoji menjadi salah satu alternatif
untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran daring. Selain
karena itu ada di semua HP peserta didik, mereka sering menggunakannya dalam keseharian
mereka. Murah, dekat, akrab dan efektif untuk meningkatkan keterlibatan peserta
didik. Demikian semoga bermanfaat. Salam literasi.
Profil Penulis
Nama saya Suyati. Singkat dan khas Jawa. Saya lahir di Purbalingga, 22 September 1979. Saya lahir dari keluarga Bapak Rumiarto dan Ibu Reab. Terlahir sebagai anak pertama di keluarga, memiliki satu adik laki-laki. Pernah mengenyam pendidikan di SD N 1 Selaganggeng, SMP N 1 Mrebet, SMU N Bobotsari, semua di kabupaten Purbalingga dan kuliah di UNY mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Saya mengajar Bahasa Inggris di MTs Negeri 1 Purbalingga dari tahun 2016 sampai sekarang. Sebelumnya mengajar di MTs Negeri 2 Purbalingga dari semenjak diangkat PNS di tahun 2005 hingga tahun 2015.
http://gurupenggerakindonesia.com.
#PGRI
#KOGTIK
#EPSON
#KSGN
Benar keadaan di lapangan jauh berbeda.
ReplyDeleteDemikianlah tapi tetap semangat,Pak.
ReplyDeleteMurah, dekat, akrab dan efektif, ini adalah harapan yang selalu kita usahakan ya Bu. Terima kasih atas tulisannya. Salam :-)
ReplyDeleteTerima kasih. Memanfaatkan apa yg ada meski sederhana pak.
ReplyDeleteYang terbaik untuk siswa kita ya bu
ReplyDeleteBetul bu, bagus untuk kita belum tentu pas buat mereka.
ReplyDelete