Membaca kembali sebuah tulisan dari Ustadz Wijayanto seperti tertohok jauh ke relung jiwa. Tak terasa airmata mengalir. Karena rasa menyesal yang dalam akan apa yang sering dilakukan. Merasa lebih tahu dan lebih benar dari anak. Tetapi yang lebih menyesakkan lagi adalah karena mengulangi apa yang pernah dilakukan, yang dulu disesali. Tanpa sadar mengulangi dan melakukannya kembali. Astagfirullah. Mungkin karena itu aku diarahkan untuk menuju tulisan yang saya posting sendiri di tahun 2018. Kita perlu diingatkan kembali.
Mudah-mudahan dengan membaca kembali tulisan ini menjadi nasehat dan penyadar diri. Terutamadi masa pembelajaran dari rumah. Dimana ibu harus betul-betul mampu mengelola emosinya di antara kelelahan dan tugas-tugas pembelajaran online. Terima kasih untuk kebahagiaanyang kauberikan Kafa. Anakku, buah hatiku. Maaf khilaf ini masih terulang kembali.
Hutang Kita Banyak pada anak-anak
Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan.
Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan.
seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka...
Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya.
Menghibur kita dengan tawa kecilnya,
Menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya,
Seolah semuanya baik-baik saja,
seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.
tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita.
tetapi,
Sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan.
Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita,
melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.
Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap dan bermain dengan mereka?
Sesungguhnya merekalah yang selalu "lebih dewasa" dan "bijaksana" daripada kita.
Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya.
Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi.
Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa.
Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri.
Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.
"Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan"
Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari sebelumnya.
Iya, lebih baik dari sebelumnya.
No comments:
Post a Comment