# Selasa Berbagi Bersama Pak Sucipto Ardi
Pada hari Selasa ini, 22 Desember 2020 sekaligus hari istimewa hari Ibu. Lagerunal mengadakan acara rutinnya yaitu Selasa Berbagi. Kesempatan hari ini dimoderatori oleh Bu Aam dan narasumber Bapak Sucipto Ardi. Beliau adalah salah satu founder Komunitas Cakrawala Blogger Guru Nasional (Lagerunal). Hari ini beliau berbagi tentang Kisah Menulis di Blog.
Mengawali menulis di blog pada tahun 2007, Pak Sucipto memilih di blog karena secara teknis platform di Friendster tidak memut membuat tulisan yang banyak, maka beliau pindah ke blog. Ini teknis, namun intinya karena bebas. Hari ini mungkin pemerintah menyebutnya: merdeka.di blog beliau merasakan menjadi orang bebas. Menurut beliau menulis di media seperti koran/majalah, sering buah pikirannya di edit/dihilangkan. Dengan blog, beliau merasa menjadi orang bebas.
Makanya beliau menyadari ketika buku-buku beliau tidak pernah ada yang terbit, karena mungkin penerbit punya rambu-rambu tertentu, dan itu tidak pas dengan pemikiran beliau.
Dalam berbaai tulisan beliau di blognya seringkali menuliskan tentang kecintaan terhadap Indonesia. Hal ini diawali memang sejak kecil ortu sering cerita ke-Indonesiaan, beliau kerap cerita bagaimana sukarno saat ganyang Malaysia, beliau sering bercerita selayaknya gaya sukarno. setelah dewasa, suka baca buku sejarah, dan yang tidak bisa dibohongi adalah saya didikan Orde Baru dimana rasa nasionalisme begitu digelorakan. P4, PSPB, dan PMP menjadi salah satu penyebabnya. membaca buku Eko Prasetyo yang berjudul Guru: Mendidik itu Melawan. Buku itu mengajarkan agar guru memiliki kulit ari, sensitif terhadap nasib perjalanan bangsa.
Menurut Pak Sucipto menulis itu bukan “give” /anugrah atau bawaan lahir, tapi menulis ini adalah budaya yang artinya produk kreasi, atau hasil belajar. Oleh karenanya, semua orang memiliki potensi yang sama untuk bisa menulis.
1. Mulailah menulis. Tulis apa saja, bebas.
2. Tulislah yang paling disukai dan pahami.
3. Mulailah tulisan dengan tema-tema yang dekat, misalnya tentang kebiasaan yang hidup di sekitar rumah.
No.1-3, kalau berisikan curhat, itu bukan masalah karena kalau dilakukan secara rutin, itu akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Suatu hari nanti bisa jadi buku lho….dahulu, pengalaman Pak Cipto membaca buku Sosiologi Pedesaan. Sang adalah penulis adalah seorang professor. Beliau memulai tulisan bukunya dengan masa kecilnya melihat bagaimana tembak menembak terjadi di Ladang Aceh yang kemudian dia susun mengikuti rangkaian teori konflik lalu dibangun untuk melihat bagaimana konsep sosiologis desa tempat tinggalnya. Bisa kebayangkan, sebuah karya ilmiah dibangun dari sebuah pengalaman masa kecilnya?. Curhat itu bisa jadi keren !
4. Setelah dirasa “cukup” dengan yang diatas, mulailah “belajar sedikit lompat pagar” guna menulis yang bersifat agak serius, semisal artikel. Ingat, jangan pernah ragu dan takut salah.
5. Ingat, nutrisi yang paling baik untuk menulis adalah membaca dan mengaktifkan indera. Apa yang dirasa, dapat menjadi pemantik sebuah tulisan. Ini bertujuan agar tulisan yang dihasilkan “tidak kering”.
6. Mulailah menyediakan waktu tetap untuk menulis, misalnya waktu menulis pukul 21.00-22.00 WIB/WITA/WIT. Bangunlah kebiasaan menulis seperti jam kerja/office hour.
7. Sediakan note book/buku saku special untuk merekam ide-ide pokok yang muncul seketika, bawalah setiap hari. Ini saya lakukan, hingga kini. Hasilnya menyenangkan!. Yg dituliskan hak yang menarik, poin/intinya saja. Misal, saat mengajar ada siswa yang dengan cerdas menyelesaikan permasalahn/soal dengan tepat cept. langsung ambil note nook, tulis intinya apa: siswa pakai cara X. Sampai dirumah, dikembangkan. Bisa pula, misalnya ada diskusi siwa, poin pentingnya ditulis, misalnya solusi baiknya pakai ini dan itu. ada waktu langsung tulis kembali dan kembangkan dengan apa yg kita miliki.
8. Para ahli berpendapat: “menulislah ketika anda sudah siap !”. Ini ada benarnya karena kalau kita siap maka menulis rasanya seperti air mengalir. Namun, kapankah kita siap ?. Nah lo,….oleh karenanya sejak lama saya tidak memakai pendapat ini, malah saya menggunakan kalimat-kalimat para penjahat di film-film barat : “ready or not here I come”. Yakinlah, suatu hari nanti kalau kita niatkan sebagai penulis akan datang masanya: “nulis dateline”, dan tidak peduli siap atau tidak, apalagi penulis berbobot, ia akan layaknya sinetron yang “kejar tayang”. Jadi, siap setiap saat ya sobat lage.
9. No. 1-8 itu nulisnya dimana ? Ada yang langsung di word, corat-coret di note book, atau langsung di blog. Soal ini adalah style masing-masing. Sekarang bahkan ada yang “menulis dengan bicara” saya sudah melakukannya, walaupun ujung2nya di edit, tapi lebih memudahkan. Ini seperti “kita banget”, kenapa ? karena DNA orang Indonesia lebih kuat budaya tutur/lisan, dibanding menulis. Coba yaaa…
10. Jangan segan-segan untuk evaluasi diri. Bacalah tulisan-tulisan di blog yang sudah berlalu. Senyam-senyum lucu, mungkin tertawa bebaskanlah. Jika tidak dirasa menyenangkan, maka beranikan diri untuk bilang bahwa karya kita kurang, bahkan buruk. Ini penting untuk menyadarkan kita agar mau belajar lagi, dan siap untuk dikritik.
11. Tantangan yang ada di depan mata adalah, dimasa pandemic ini budaya menulis di blog begitu meriah namun akankah tetap terus mekar layaknya bunga?. Sekian lama menulis di blog saya menemukan satu hal penting bahwa: “banyak orang menulis di blog, namun saat yang bersamaan banyak pula yang meninggalkannya”. Gabung dalam komunitas adalah salah satu solusinya, “dekat dengan tukang minyak wangi, maka akan wangi pula”.
Hal yang mengesankan bagi beliau selama menulis di blog adalah saat dosen-dosen yang menjadikan blog ini sebagai bahan ajar mereka dan jadi rujukan menulis skripsi/penelitian. Ini yang paling top, rasanya menurut beliau melebihi tulisan beliau yang laku dijual.
No comments:
Post a Comment